33 | BERHASIL MENOREHKAN LUKA

144 18 0
                                    

"Ghista, jangan Nak. Jangan temui dia. Ibu mohon, Nak," pinta Ranti, sambil mencoba menahan langkah putrinya.

Ranti menolak keras ketika Ghista memintanya naik ke atas bersama Dika, Ajeng, Dimas, dan juga Indra. Vika dan Theo tentu tak bisa memaksakan hal tersebut, karena tahu kalau Ranti tidak ingin terjadi sesuatu pada Ghista.

"Bu, aku akan tetap baik-baik saja. Ibu lihat sendiri, banyak orang yang akan melindungi aku dan akan membantuku jika Saga Rahaja berbuat sesuatu yang buruk. Ibu harus naik ke atas dan beristirahat. Aku akan menghadapi dia," ujar Ghista, berusaha meyakinkan Ranti.

"Tapi, Nak ...."

"Ayah ... tolong bawa Ibu ke atas, ya," pinta Ghista, tetap bersikeras dengan keputusannya.

Dika pun meraih tubuh Ranti dan dibujuk untuk ikut ke atas. Ajeng dan Dimas mengikuti langkah mereka, sementara Indra tetap berdiri di sisi Ghista.

"Aku enggak mau naik ke atas," tolak Indra.

"Aku enggak mau melibatkan Keluarga Wiratanto dalam urusanku dengan Keluarga Rahaja. Jangan buat diri Kakak merasakan kehilangan seperti yang pernah aku rasakan ketika Eyang Kakung dan Eyang Suri meninggal dunia. Ini bukan hanya soal membalas perbuatan Saga Rahaja, tapi juga membalas perbuatan Widya Rahaja yang telah membunuh Eyang Kakung dan Eyang Suriku," tutur Ghista.

"Apa??? Apa maksudnya, Ta? Widya Rahaja yang membunuh Eyang Kakung dan Eyang Surimu? Sejak kapan kamu tahu tentang hal ini? Dan kenapa kamu enggak membicarakannya denganku?" tanya Indra.

"Sudah kubilang Kak, ini bukan urusan Keluarga Wiratanto. Ini peperanganku dan tidak ada yang boleh ikut campur. Sekarang, naiklah ke atas. Nanti kita bicara lagi," pinta Ghista, seraya mengecup pipi kanan Indra dengan lembut.

Theo menarik Indra agar segera naik ke atas bersama yang lainnya. Ghista keluar rumah bersama Vika dan Amanda yang sudah datang sejak tadi. Para penjaga di pintu gerbang sudah bersiap-siap sesuai dengan instruksi dari Ghista. Mereka kini hanya tinggal menunggu kedatangan Saga Rahaja untuk membuat semuanya berakhir.

"Proses akuisisi RHJ Corp sedang berjalan, Bu Ghista. Saat ini sudah ada beberapa penawar yang hampir mengambil alih perusahaan yang sedang berada di ambang kebangkrutan tersebut," lapor Vika.

Ghista menatap ke arah Vika seraya tersenyum.

"Lalu, kamu tunggu apa lagi? Segeralah lakukan penawaran atas nama Theo dan biarkan semuanya berjalan sesuai dengan rencana kita," saran Ghista.

"Tapi bagaimana dengan Mahardika Jaya Group? Jika sekarang RHJ Corp diambil alih atas nama Theo, maka ...."

"Vi, saya dan Ibu saya sudah merasa cukup dengan apa yang kami punya saat ini. Mahardika Jaya Group sudah menjadi masa lalu. Sekarang ambil alih RHJ Corp dan ambil kembali sesuatu yang seharusnya kalian miliki," perintah Ghista, santai.

Vika pun mengangguk-anggukan kepalanya.

"Baik, Bu Ghista," putus Vika.

Dimas pun mundur beberapa langkah dari pintu keluar yang sudah tertutup itu. Ia bisa mendengar dengan jelas tentang apa yang dibicarakan oleh Ghista dan Vika.

Mobil milik Saga Rahaja kini mulai terlihat memasuki pekarangan rumah, diikuti dengan mobil lainnya yang bisa Ghista tebak bahwa itu adalah mobil milik Widya Rahaja. Sejenak semuanya sangat hening, di mana Saga ataupun Widya dan Rima yang berada di mobil lain, sedang mengagumi betapa megahnya rumah itu.

Ghista berjalan sendirian menuju ke depan mobil mereka, sementara yang lainnya tetap berjaga di depan pintu. Saga keluar dari mobilnya dan menatap tak percaya ke arah Ghista yang kini telah tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik. Persis seperti Ranti. Widya dan Rima pun ikut turun dari mobil yang satunya, mereka bergegas ikut maju dan menatap tajam ke arah Ghista.

"Ada perlu apa sehingga anda datang ke sini, Bapak Saga Rahaja?" tanya Ghista, tanpa memanggilnya dengan sebutan 'Ayah'.

Saga cukup tercengang dengan apa yang baru saja didengarnya dari mulut Ghista--putrinya sendiri. Begitu pula dengan Widya dan Rima. Ghista sendiri pun kini menatap ke arah Widya.

"Dan apakah anda juga punya tujuan sehingga ikut bersama Bapak itu ke rumah saya? Apakah anda ingin mempertanggungjawabkan perbuatan anda yang telah melenyapkan nyawa Eyang Kakung dan Eyang Suri saya?" tanya Ghista, sesantai biasanya.

"GHISTA!!! JAGA MULUT KAMU!!!" bentak Saga.

Ghista tertawa pelan dan tak menunjukkan sedikit pun rasa takut di hadapan Saga. Ia menatap ke arah pria paruh baya itu dengan tatapan yang penuh ejekan.

"Luar biasa, Saga Rahaja. Meskipun hidup anda sudah hampir sampai pada batasnya setelah mengalami kebangkrutan, tapi anda masih bisa bersuara keras dan lantang. Seakan anda adalah Raja yang tidak akan pernah menjadi rakyat jelata," sindir Ghista, terang-terangan.

"AGHISTA RAHAJA, TUTUP MULUT KAMU!!!" perintah Saga.

"Aghista Rahaja? Siapa itu Aghista Rahaja? Di sini hanya ada satu orang bernama Aghista dan dia adalah Aghista Mahardika Rizaldi. Putri dari Miranti Mahardika dan Andika Rizaldi. Ayah dan Ibuku," balas Ghista, menusuk tepat di hati Saga.

Dan tanpa Ghista atau siapa pun tahu, kenyataan itu benar-benar menusuk tepat di hati Saga. Ya, kenyataan tentang Ranti yang akhirnya tetap menikah dengan Dika--rivalnya semasa SMA--adalah hal paling menyakitkan yang pernah terjadi di dalam hidup Saga.

"Apa? Apa kamu bilang?" tanya Saga, melembut. "Andika Rizaldi? Kamu menyebut Dika sebagai Ayah, sementara aku yang Ayah kandungmu sama sekali tidak kamu sebut begitu?"

Ghista berhasil. Hati Saga telah berhasil ia lukai dengan goresan yang paling dalam, seperti yang pernah pria itu lakukan pada Ibunya. Rima menatap suaminya dan bisa melihat bahwa pria itu tengah merasa cemburu, usai mendengar bahwa Ranti ternyata telah menikah lagi. Hal itu membuat Rima merasa sangat marah, karena selama dua puluh tahun terakhir, Saga bahkan tak pernah benar-benar melihatnya sebagai seorang istri.

BRAKKK!!!

"Ghista!!!" teriak Ranti, yang berlari mendekat ke arah putrinya.

"Aduh ... Ibu kenapa turun lagi dari atas? Ayah kok enggak jagain Ibu?" tanya Ghista, dengan lembut.

"Ibu yang lari ke sini. Ayah berusaha mengejar, tapi dia lebih cepat," jawab Dika, dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Ya sudah ... bawa Ibu masuk ya, Yah," pinta Ghista.

"Enggak! Ibu mau masuk, kecuali kamu juga ikut! Kamu enggak perlu banyak bicara dengan mereka!" tolak Ranti, dengan keras.

Saga menatap ke arah Ranti yang masih saja cantik seperti dulu. Pemandangan itu membuat Rima semakin marah, namun tak bisa meluapkannya. Ghista mendapatkan kode dari Vika, bahwa semua telah beres dan tidak ada lagi yang perlu diurus dengan Keluarga Rahaja.

"Ya sudah, ayo kita masuk," Ghista pun akhirnya mengalah.

"Bisa-bisanya kamu membiarkan Ibumu yang berasal dari keluarga terhormat itu, menikah dengan pria biasa yang tidak punya apa-apa seperti dia!!!" teriak Saga, yang akhirnya sudah tak mampu lagi menahan sakit yang ditorehkan oleh Ghista.

* * *

Jodoh Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang