35 | KENYATAAN TENTANG HATI SAGA

150 15 0
                                    

Rima menatap Widya yang sedang mengemasi barang-barangnya.

"Ibu lagi apa? Kok berkemas?" tanya Rima.

"Diam saja kamu! Jangan ikut campur!" bentak Widya.

Seketika Rima pun merasa curiga dengan tujuan Widya saat itu. Widya terlihat sangat gelisah dan ketakutan, sama sekali tidak seperti biasanya. Widya yang biasa ia lihat adalah seorang wanita yang angkuh dan tidak kenal takut. Namun kali ini berbeda, dinding keangkuhan yang Widya punya seakan telah runtuh dan berganti dengan sosok pengecut yang tersembunyi di dalam dirinya.

"Ibu takut dengan ancaman dari Ghista, ya?" tebak Rima.

Tubuh Widya pun kini mendadak kembali menegang, usai mendengar pertanyaan dari Rima.

"Kamu ngomong apa, sih? Sudah sana pergi! Kamu dan anakmu itu hobi sekali bikin orang lain pusing!" usir Widya, dengan suara yang gemetar karena takut.

"Apa Ibu, bilang? Maksudnya Ibu juga sepemikiran dengan Mas Saga, bahwa Ghista jauh lebih baik daripada Leo? Dan Ranti jauh lebih baik daripada aku?" Rima mulai kembali merasa marah.

Ia tak terima, karena dirinya dan Leo terus saja dibanding-bandingkan dengan Ranti dan Ghista. Sialnya, hal itu bukan hanya dilakukan oleh Saga tapi juga dilakukan oleh Ibu mertuanya sendiri.

"Bukankah memang begitu kenyataannya? Ranti lahir dari keluarga terhormat dan hidup menjadi wanita baik-baik. Sementara kamu entah berasal dari mana dan hidup sebagai wanita malam sebelum menikah dengan Saga. Apa yang bisa dilihat baik dari diri kamu? Meskipun saya membenci Ranti karena dia adalah anak dari wanita yang telah merebut calon jodoh saya, tapi tentu saja saya lebih suka dengan kepribadian Ranti, ketimbang kamu yang selalu saja bikin susah!" tutur Widya.

Kedua mata Rima kini mulai memerah dan basah disaat bersamaan. Ia harus menahan emosinya dan juga sakit hatinya di waktu yang sama.

"Dan begitu pula dengan Leo, dia tidak ada bedanya dengan kamu! Selalu bikin masalah, selalu bikin onar, dan sekarang dia membuat keluarga ini bangkrut! Apa kamu tidak lihat, bagaimana mewahnya rumah yang ditempati Ranti dan Ghista? Itu karena Ghista yang pekerja keras dan Ranti yang tidak suka menghambur-hamburkan uang! Tidak seperti kamu dan anakmu! Sudah tidak bisa melakukan apa-apa, malah suka membuat orang lain kesusahan!" tambah Widya.

Leo mendengarkan semua itu dari luar pintu kamar. Ia begitu geram karena kini mulai dibanding-bandingkan dengan putri pertama Keluarga Rahaja. Hatinya merasa sakit, karena masa lalu Ibunya kini diungkit-ungkit oleh Widya. Dunianya yang sempurna kini telah runtuh, saat akhirnya tahu kalau Ibunya bukan berasal dari keluarga baik-baik. melainkan berasal dari kumpulan wanita malam.

"Intinya saat ini, akulah Nyonya Rahaja! Bukan Ranti! Dan pewaris keluarga ini adalah Leo, bukan Ghista!" tegas Rima, tak mau kalah dari Widya.

Widya mencibir ke arah Rima secara terang-terangan.

"Itu tergantung Saga. Kamu tidak lihat, bahwa Saga tadi begitu cemburu saat melihat Ranti yang sudah bahagia bersama Suaminya? Bahkan Saga juga cemburu saat Ghista memanggil pria itu dengan sebutan 'Ayah'. Apa kamu tidak mengerti juga? Kamu dan Leo tidak seberharga itu di mata Saga! Kalau bukan karena saya yang mempengaruhi Saga, maka kamu hanya akan hamil di luar nikah dan anakmu itu tidak akan jadi apa-apa. Saga akan tetap mempertahankan Ranti dan Ghista, jika bukan saya yang memanas-manasinya tentang perasaan Ranti yang tidak pernah mencintainya. Saga hanya mencintai Ranti, maka dari itu dulu dia meminta saya untuk membantunya merebut Ranti dari pria yang kini menjadi Suaminya!"

Kenyataan telak itu benar-benar menghantam Rima dan membuatnya hilang kendali. Ia bergegas keluar dari kamar Widya dan pergi menuju halaman secara diam-diam. Di dekatinya mobil Saga perlahan-lahan agar tidak ada yang tahu, lalu ia beringsut ke bagian bawah mobil untuk memutuskan kabel rem pada mobil tersebut.

Selesai dengan kegilaannya, Rima pun tersenyum puas tanpa beban.

"Kalau aku tidak bisa merebut hatimu, seperti yang Ibumu katakan. Maka hatimu tidak boleh dimiliki oleh wanita manapun, sekalipun itu adalah mantan Istrimu! Kamu lebih baik mati, daripada aku dan Leo harus kehilangan hak waris dari keluarga ini!" batin Rima, penuh ambisi kotor.

* * *

Widya menyeret kopernya menuruni anak tangga pagi-pagi sekali. Saga menatapnya sambil mengerenyitkan kening karenankeheranan.

"Ibu mau ke mana?" tanya Saga.

Widya pun menghentikan langkahnya selama beberapa saat dan menatap ke arah Saga.

"Ibu mau liburan. Capek rasanya berada di rumah terus dan hanya mendengar kekacauan yang diperbuat oleh Istri dan anakmu itu!" jawab Widya.

Rima dan Leo--yang tengah teduduk di lantai--menatap ke arah Widya dengan kesal, namun tak berani mengatakan apa pun untuk membalas.

"Ibu tenang saja, siang ini mereka berdua akan segera pergi dari rumah ini! Itu barang-barang mereka sudah dikeluarkan oleh para pelayan," ujar Saga, santai.

"Oh, begitu rupanya? Lalu, apa rencanamu selanjutnya setelah mengeluarkan mereka dari rumah ini?" tanya Widya, sambil mencicipi sarapan pagi di meja makan.

"Aku akan merebut Ranti kembali dari tangan Dika. Aku akan membawa Ranti dan Ghista pulang kembali ke rumah ini," jawab Saga, dengan keputusan yang sudah bulat.

"Hm ... lalu kamu akan kembali menikahi Ranti?" tebak Widya, sekaligus memanas-manasi Rima.

"Ya. Aku akan kembali menikahi Ranti. Dia akan menjadi satu-satunya Nyonya Rahaja, setelah aku menceraikan perempuan malam itu!" Saga menunjuk ke arah Rima dengan jijik.

"Baguslah. Setidaknya kalau Ranti yang kembali menjadi Nyonya Rahaja, kita tidak akan pernah mengalami banyak pengeluaran tidak penting. Ranti tidak suka menghambur-hamburkan uang, dia orang yang sederhana dan hemat. Begitu pula dengan Ghista. Kesuksesan Cucuku itu sudah menandakan bahwa dia adalah darah daging Keluarga Rahaja yang sejati. Tidak pernah membuat kita rugi dan juga tidak pernah membuat kita susah. Tidak seperti anak itu! Anak laki-laki tapi tidak ada gunanya!" tatap Widya ke arah Leo dan Rima, dengan sinis.

"Ya, tenang saja. Hari ini juga aku akan menyingkirkan Dika dan merebut Ranti kembali," ujar Saga, begitu tenang.

"Kabari Ibu kalau semua sudah beres. Ibu pergi dulu," pamit Widya.

Setelah Widya pergi, Gunardi datang dan menuju ke arah Saga yang masih menikmati sarapannya.

"Tuan Saga, saya sudah mendapatkan alamat sekolah tempat mengajar Andika Rizaldi. Dia akan tiba di sekolah itu sebelum jam tujuh pagi, setiap hari," ujar Gunardi, menyampaikan informasi tersebut dengan sangat hati-hati.

"Bagus. Kamu tetap di sini dan awasi mereka berdua. Pastikan mereka berdua tetap mengemasi barang-barangnya dan seret mereka keluar jika semua itu sudah selesai," perintah Saga.

"Lalu bagaimana dengan Andika Rizaldi, Tuan Saga?"

"Kamu tenang saja. Aku sendiri yang akan menemui Dika dan membuatnya lenyap hari ini juga," jawab Saga.

* * *

Jodoh Untuk IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang