Inilah hidupku. Namaku Cataleya Febriana, kebanyakan orang memanggilku Leya karena aku selalu memperkenalkan diri dengan nama Leya. Usiaku hampir 27 tahun. Dua tahun lalu aku menikah dengan suamiku, Hasbi Putra Darmawan. Sebelumnya dia adalah atasanku di tempat kami bekerja, perusahan keluarganya.
Aku bekerja sebagai sekretaris Hasbi waktu itu. Waktu yang membuat kedekatan kami terasa berbeda. Aku tidak tahu mulai kapan dia menatapku dengan tatapan berbeda sementara aku terus mengabaikannya. Entah mulai kapan dia perhatian kepadaku, seperti menanyakan apakah aku sudah sarapan, makan siang dengan baik, apakah sudah sampai tempat kost bahkan menyapaku lewat pesan pendek di pagi hari untuk menanyakanku sudah bangun atau belum. Perhatian yang tidak wajar itu mulai menggangguku. Terlebih saat dia mulai berani mengantarkanku pulang ke kost dan mengajak makan malam.
Jujur saja, aku tidak berminat menjalin hubungan dengan siapa pun saat itu. Di hatiku masih memikirkan seseorang. Apalagi menjalin hubungan dengan seorang atasan. Aku tidak mau dicap sebagai wanita yang gila harta, mengetahui bagaimana karakter orang tua Hasbi. Mereka menginginkan menantu yang glowing seperti hasil karya skincare mahal, bukan wanita buluk sepertiku.
Aku wanita sederhana yang hanya mempunyai ibu. Tujuanku bekerja adalah mencari kehidupan yang lebih baik. Kalau pun memang ingin menjalin hubungan, aku tidak akan mencari orang yang sekantor denganku. Menjalin hubungan dengan orang sekantor cukup beresiko. Iya kalau hubungan berjalan lancar, kalau akhirnya putus? Itu tidak akan membuat kita nyaman bekerja. Secara kita berada di kantor yang sama, pastinya semua akan berbeda.
Sayangnya, semakin lama aku tidak bisa menolak perhatian Hasbi. Bagaimana tidak? Bertemu dengan senyumannya setiap hari. Menatap matanya tiap kali kami bertemu. Menerima perhatiannya yang menurutku sangat berlebihan untuknya sebagai atasanku. Bukan aku tidak tahu sinyal-sinyal yang dikirimnya tapi aku tidak mau berurusan dengan hal yang sepertinya susah untuk dijangkau.
Ibaratnya Hasbi itu bulan sementara aku pungguknya. Dia langit dan aku buminya. Aku juga tidak mau dicap wanita matre atau dituduh sebagai wanita yang tidak-tidak jika aku membuka hatiku untuk Hasbi.
Penolakanku tidak mengurungkan niat Hasbi. Dia malah semakin gencar menunjukkan perasaannya. Selalu menatapku dalam saat kami rapat bersama, sering mengajakku makan siang di luar dengan alibi bertemu klien. Padahal tidak ada jadwalnya. Hatiku dongkol mendengar rumor yang beredar di kantor tentang kedekatan kami. Mengakibatkan si nenek lam-ups, maksudku si mamanya Hasbi, nyonya besar Marisa datang melabrakku.
Si nyonya besar mengataiku sebagai wanita penggoda yang hanya bisa membuka selangkanganku untuk membuat Hasbi tertarik padaku. Bukan hanya malu, harga diriku seolah terinjak-injak dengan tuduhannya. Kejadian itu terjadi di kantin kantor saat jam makan siang. Tampaknya si nyonya memang sengaja mempermalukanku. Hasbi datang tepat saat nyonya besar ingin menamparku sementara orang-orang di sekitarku menahan pekikannya dan menatapku kasihan.
Semenjak kejadian itu aku semakin menutup diri dan menjaga jarak dengan Hasbi. Aku benar-benar tidak mau terjadi sesuatu yang buruk padaku jika aku terus menerus di dekat Hasbi. yang paling penting, aku tidak mau dipecat dari tempatku bekerja. Sayangnya hatiku berkata lain. Hatiku terlalu melow untuk diajak kabur menuju situasi aman. Ternyata saat Hasbi keluar kota seminggu untuk proyek kerja sama perusahaan membuat hatiku gelisah. Dengan lancangnya hatiku menyebut namanya untuk merindu.
Mulai dari kata rindu, aku perlahan memikirkannya. Mendengar bualannya. Menikmati kedekatanku dengannya dan pertama kali aku menerima kencannya. Aku sudah lelah menghindarinya selama lebih dari setahun.
Kami menjalin hubungan diam-diam. Lebih tepatnya aku yang belum siap untuk ter-publish, mengingat betapa kuatnya tokoh si nyonya besar. Berulang kali Hasbi mengajakku untuk melanjutkan hubungan kami ke jenjang yang lebih jauh. Aku menolaknya karena aku masih waras dan juga takut. Tentu saja aku takut, takut pada ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (End)
RomanceBertemu mantan bukanlah hal yang ku inginkan saat ini. Mengapa harus bertemu lagi dengannya sekarang? Lebih tepatnya, mengapa kami baru bertemu lagi? Seketika aku ketakutan. Takut, rasa yang ku kubur dalam-dalam kembali muncul di permukaan dan memb...