keterlaluan

4.6K 211 2
                                    

Terima kasih buat yang sudah nge-vote dan silent readers

Selamat membaca

.
.
.

Tangisku pecah saat Hasbi benar-benar keluar dari kamar inapku. Sampai hati dia merendahkanku dengan kata-katanya. Jika memang sudah tidak lagi menginginkanku, ucapkan saja kata talak padaku. Tingkahnya semakin membuatku terluka.

Pintu kamarku terbuka. Aku pikir Fabian yang masuk, ternyata Mbok Rum, ART di rumah Hasbi. Mbok Rum menatapku kasihan. Matanya berkaca-kaca saat menghampiriku.

"Gimana kabarnya, Nyonya?"

Aku tersenyum sambil menghapus air mataku. "Aku sudah baikan, Mbok. Makasih ya, Mbok sudah kesini. Apa yang terjadi sama aku, Mbok?"

"Kata dokter, kepala Nyonya terbentur di bagian pelipis kiri. Tulang rusuk kanan Nyonya juga retak. Nyonya jatuh terguling di tangga, menyebabkan keguguran."

Tanganku reflek meraba perut. Dia pergi. Sudah lama aku menunggunya tapi dia pergi begitu saja. Baru saja dia ada bersamaku.

"Mbok lega lihat Nyonya sudah sadar. Waktu itu Mbok takut lihat Nyonya nggelinding di tangga trus jatuh dengan kepala berdarah. Mbok bingung mesti ngapain sementara Tuan masih syok lihat Nyonya, jadi Mbok langsung telepon Den Fabian."

Aku mengernyit. Mbok Rum kenal Fabian? "Kenapa Mbok telepon dia?"

Wajah Mbok Rum memucat. Terlihat jelas ada yang disembunyikannya.

"Mbok kenal Mas Bian?"

Mbok Rum menunduk salah tingkah.

"Mbok?"

"Anu, Nya ... sebenarnya Mbok yang mengasuh Den Fabian waktu kecil dulu."

Pantas.

"Sebenarnya beberapa minggu yang lalu waktu Tuan dan Nyonya tidak ada di rumah, Den Fabian datang ke rumah. Niatnya mau minta bantuan Mbok. Mbok malah tidak tahu kalau itu Den Fabian, anak majikan Mbok dulu. Den Fabian yang lebih dulu mengenali Mbok."

"Lalu bantuan apa yang Mas Bian minta dari Mbok?" tanyaku tidak sabar.

"Mbok diminta untuk melaporkan semua yang terjadi di rumah Tuan Hasbi dan menjaga Nyonya. Aden bilang tidak akan membiarkan Nyonya disakiti terus oleh keluarga Tuan Hasbi."

Pantas saja. Saat percakapan texting kami waktu itu Fabian tampak terkejut saat aku bilang aku menyetir sendirian ke rumah Ibu. Rupanya Mbok Rum yang memberi informasi itu.

"Mendengar Nyonya kecelakaan, Aden langsung ke rumah bahkan Aden yang membawa Nyonya ke rumah sakit."

"Kenapa bukan suamiku yang membawaku ke rumah sakit?"

Mbok Rum menatapku tidak enak plus sungkan. "Bahkan Tuan masih syok saat Aden pergi membawa Nyonya."

Jika Fabian tidak datang, apakah Hasbi akan tetap diam di tempat?

"Gimana, Nya apa perutnya masih sakit?" tanya Mbok Rum sambil membuka rantang yang dibawanya. "Mbok buatkan bubur ayam. Makan dulu ya. Kata Aden, Nyonya makannya yang halus dulu."

Aku mengangguk. "Sudah nggak, Mbok. Makasih ya, Mbok sudah nemenin aku di sini."

"Yang sabar ya, Nya."

Air mataku kembali menetes, tanganku mengusap perut dengan sedih. "Padahal aku sangat mengharapkannya, Mbok. Apa Tuhan nggak percaya sama aku ya, Mbok?"

"Sabar, Nya."

Mbok Rum menyuapiku dengan telaten. Wajahnya tenang, mengingatkanku pada Ibu. Aku tersentak, bagaimana jika Ibu tahu mengenai perjanjian itu? Pasti Ibu akan sedih mengetahui putri satu-satunya sudah menjadi bahan keegoisan sang suami. Ibu tidak boleh tahu, itu akan sangat menyakitkan hatinya.

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang