kabur

1.2K 105 4
                                    

Halooo, happy Saturday

Readers-nya meningkat tapi mana nih yang kasih vote?

Ayolah, jangan pelit buat tekan vote

Gampang kok, ada di pojok kiri bawah, yang bentuknya bintang.

Biar tambah semangat dong saia update-nya

Mau ending nih

.

.

.

Tidak, tidak, tidak.

Aku harus keluar dari sini. Bagaimanapun caranya. Ayo, berpikir, Leya.

Sudah tiga kali aku meneliti tiap sudut kamar untuk mencari benda yang bisa membuka pintu kamar. Tetap tidak ada. Aku menggeram kesal. Ini kesempatanku untuk kabur. Tadi pagi Hasbi bilang jika dia tidak akan pulang malam ini. Artinya saat ini bisa jadi kesempatanku untuk melarikan diri. Selain itu, penjaga gerbang yang kekar itu juga ikut bersama Hasbi. Ini kesempatan emas.

Ceklek.

Pintu terbuka.

Wanita paruh baya yang biasanya membawakan makanan memasuki kamarku dengan wajah gelisah. "Ayo, Nya. Keadaan sudah aman."

Maksudnya?

Tanpa mempedulikan reaksiku, wanita itu menarik tanganku untuk keluar kamar.

"Saya sudah membuat penjaga pintu teler."

Ha? "Ibu apain?" tanyaku tidak percaya.

"Tenang saja, Nya. Dia cuma tidur karena saya kasih obat tidur."

Aku menghembuskan napas lega.

"Sekarang lebih baik Nyonya cepat pergi."

"Lalu Ibu bagaimana?"

"Nggak usah khawatir, Nya. Saya akan bereskan semuanya, yang penting Nyonya bisa keluar."

"Tunggu, Bu." Aku menahan tangan wanita itu saat dia menggiringku ke arah pintu depan. "Kenapa Ibu membantu saya?"

"Saya dengar Tuan bicara dengan anak buahnya kemarin di sini, katanya Tuan mau mencelakakan suami Nyonya."

Mataku melebar. "Beneran, Bu?"

"Iya, Nya. Kemarin anak buah Tuan melapor jika suami Nyonya yang bernama Febi itu-"

"Fabian, Bu." potongku gemas. Hadeh, si Ibu!

"Iya, itu maksud saya." Wanita itu meringis sungkan. "Tuan Hasbi marah karena suami Nyonya sudah mulai curiga pada Tuan. Makanya kemarin Tuan menyuruh anak buahnya mencelakai suami Nyonya."

Hatiku gelisah. Bagaimana jika kepergian Hasbi hari ini bertujuan untuk mencelakai suamiku?

"Bagaimana dengan Ibu jika saya pergi? Pasti Ibu nanti dapat masalah karena saya."

"Tenang saja, Nya. Yang penting Nyonya bisa lepas dari Tuan sebelum Tuan membawa Nyonya ke tempat yang lebih jauh."

Aku semakin panik. Jangan sampai Hasbi membawaku pergi lagi. "Terus saya mesti bagaimana, Bu?"

"Saya hanya bisa antar Nyonya sampai di pagar saja. Nanti Nyonya cari bantuan lain ya. Ayo."

Wanita itu menarik tanganku. Kami berjalan mengendap-endap ke arah pagar. Sampai di sana, wanita itu menoleh ke arah pintu rumah sambil mengambil sesuatu dari saku bajunya. Tangannya menyodorkan empat lembar uang kertas warna biru.

"Hanya ini yang bisa saya lakukan. Saya minta maaf jika saya tidak bisa menolong Nyonya dari awal."

Mataku berkaca-kaca menatapnya. Tanpa ragu, aku memeluknya. "Terima kasih, Bu. Semoga Tuhan membalas kebaikan Ibu."

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang