Lama ga update,
Mau publish ga sempet.
.
.Bahuku ditepuk pelan hingga aku terbangun. Mataku langsung terbuka sempurna begitu melihat yang membangunkanku. Di depanku Mama Dira, ibunya Fabian tersenyum menyapaku. Perlahan aku melepaskan tangan Azka yang berada di perutku dan segera bangun. Mencium tangan kanannya.
Ini jam berapa sih? Kok malah calon mertua yang bangunin calon mantunya?
Tanganku menyisir rambutku dengan cepat. Mudah-mudahan semalam aku nggak ileran.
"Mama sampai di rumah jam berapa kemarin?"
Wanita itu tersenyum. "Jam sebelas malam, barengan Bian pulang kantor."
"Maaf ya, Ma. Kemarin aku ketiduran."
"Nggak apa-apa. Kamu pasti capek banget jagain Azka. Azka rewel ya?"
"Nggak kok, Ma."
"Ya sudah, sekarang kamu mandi dulu. MUA-nya sudah siap. Yuk, ke kamar Mama aja. Soalnya kamar kamu sama Bian kan lagi dihias."
Mimpi apa sih aku bisa dapat calon mertua baik seperti ini?
Kami berjalan menuju kamar Mama Dira. Sampai di dalam aku terpaku saat melihat kebaya putih yang terpasang di manekin. Sangat cantik.
"Kamu suka?" tanya Mama Dira, menepuk lenganku.
Tentu saja. Mataku sudah berkaca-kaca menatap Mama Dira. "Terima kasih, Ma."
Tanpa ku duga, Mama merengkuhku dalam pelukannya. Benar-benar mengingatkanku pada pelukan Ibu. Aku memejamkan mata dan menjatuhkan kepalaku ke bahunya sementara tangan Mama mengusap punggungku.
"Berbahagialah, Nak."
Kami saling melepas diri setelah beberapa lama kami berpelukan. Mama Dira menyuruhku mandi dan sudah menyiapkan pakaian dalamku di dalam kamar mandi. Mama masih menunggu saat aku keluar dari kamar mandi. Yang membuatku terkejut adalah penata riasku adalah MUA terkenal, yang pernah merias artis. MUA beneran.
Aku masih berpikir keras tentang berapa nominal yang harus dibayar untuk acaraku ini. Tangan MUA ini begitu trampil melukis wajahku. Mama bahkan sudah memujinya walaupun riasanku belum selesai. Memang hasil riasannya bagus.
Satu jam kemudian aku sudah selesai dan berjalan keluar kamar dengan Mama. Azka tersenyum lebar melihatku. Aku melangkah menuju taman samping yang sudah disulap dengan dekorasi natural. Di sana calon suamiku sudah duduk di kursi, membelakangiku. Tampak gagah memakai jas yang senada denganku. Hampir saja dia kelepasan ingin merengkuhku yang akan duduk di kursi sebelahnya jika Mama tidak menahannya. Sontak saja penghulu yang ada di depannya terkekeh geli sementara Pak Farzan melotot kesal bahkan aku bisa mendengar gerutuan mereka.
"Sabar dikit kenapa sih?"
"Spontan aja, Pa. Kayak Papa nggak pernah aja."
Pak Farzan memalingkan wajahnya ke arah lain. Mama Dira hanya geleng-geleng kepala sambil membenarkan bagian belakang kebayaku yang agak panjang.
"Nggak anak, nggak bapaknya sama saja!" bisiknya, membuatku menunduk karena menahan tawa.
Suasana begitu khidmat saat prosesi akad kami berlangsung. Fabian juga menyerukan kabul dalam satu tarikan napas. Aku mencium punggung tangannya dengan hormat setelahnya. Mulai saat ini aku harus benar-benar menurut padanya.
Tidak banyak yang hadir di acara kami, hanya saudara dan kerabat Pak Farzan dan Mama Dira. Shela, Aldi juga orang tua Aldi yang sudah ku anggap orang tuaku, meluangkan waktunya untuk hadir. Ada juga Desy dan suaminya yang merupakan asisten Fabian. Memang acara ini khusus untuk keluarga terdekat saja. Tidak seperti dugaanku, semua keluarga Fabian bersikap ramah dan menerima kehadiranku bahkan mereka juga tidak kepo mengenai detail asal usulku. Tidak seperti yang lalu, keluarga suamiku memandangku sinis. Yang ada keluarga Fabian terkesan cuek,-oh, bukan ... mereka terlihat lebih menghargai sesama dan tidak terlalu mencampuri sesuatu yang bukan urusan mereka. Mereka malah mendoakanku dan Fabian agar cepat diberi momongan sebelum mereka berpamitan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (End)
RomanceBertemu mantan bukanlah hal yang ku inginkan saat ini. Mengapa harus bertemu lagi dengannya sekarang? Lebih tepatnya, mengapa kami baru bertemu lagi? Seketika aku ketakutan. Takut, rasa yang ku kubur dalam-dalam kembali muncul di permukaan dan memb...