masuk perangkap

1.4K 105 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Ya, Fabian pasti akan menemukanku. Aku akan menunggunya.

Setelah dua hari aku dirawat di rumah sakit, keadaanku mulai membaik. Dokter bilang, janinku sehat dan perkembangannya bagus. Aku harus banyak istirahat. Tidak boleh kecapekan apalagi stres. Mendengar penjelasan dokter, wajah Hasbi tampak menyesal tapi aku lebih memilih tidak menggubrisnya. Jika saja dia tidak menyekapku, aku tidak akan opname di sini. Semua salahnya dan pemikiran bodohnya. Sekarang aku harus kembali berpikir bagaimana caranya agar bisa kabur. Nanti sore aku baru bisa pulang karena harus menghabiskan cairan infusku.

Selama opname, aku lebih banyak membisu dan tidak mau berbicara pada Hasbi. Aku sudah muak padanya. Setiap kali dia mengajakku berbicara, aku langsung mengalihkan wajahku. Berusaha menunjukkan jika aku sudah tidak mau menerima kehadirannya.

Jam empat sore, perawat melepas jarum infusku dengan ditunggu oleh Hasbi. Matanya tidak lepas dariku.

"Ganti bajumu dan kita akan pulang," ucapnya dengan memberiku sebuah paperbag setelah perawat keluar dari ruang inapku.

Tanpa kata aku mengambilnya dan masuk ke dalam kamar mandi. Mengganti baju pasienku dengan dress yang dibawakan Hasbi. Saat aku keluar dari kamar mandi, ponsel Hasbi berdering. Entah siapa yang meneleponnya, wajahnya mengeras kemudian keluar dari kamar inap.

Ini kesempatanku.

Tidak pikir panjang lagi, aku pun melangkah mengikutinya. Hasbi berdiri di depan kamar dengan membelakangi pintu. Dia tidak menyadari aku sudah berada di belakangnya. Aku menahan napas berjalan mengendap-endap dengn punggung menempel dinding koridor.

Takut ketahuan, aku membuka pintu kamar yang ada di sebelah kamar inapku dan masuk ke dalamnya. Yang penting aku bisa lolos dari Hasbi dulu.

"Leya?"

Seketika aku berbalik. Tangisku pecah saat melihat orang yang memanggil namaku.

"Ya Tuhan, Leya."

Kaki terasa seperti jelly, tidak bisa bergerak. Dia menghampiriku dengan langkah lebar dan memelukku erat. Aku masih kesenggukan di dalam pelukannya.

"Lo baik-baik aja?"

Aku mengangguk sementara Lila menarik tanganku duduk di sofa yang ada di kamarnya. Debaran di dadaku masih terasa karena ketakutan. Lila mengangsurkan segelas air padaku. Tanganku gemetaran menghabiskannya. Setelah habis pun, aku masih terisak dan Lila kembali memelukku.

"Tenang, Leya," bisik Lila.

"RUMAH SAKIT MACAM APA INI, HAH!"

Kami berjingkat mendengar teriakan itu. Pelukanku ke Lila semakin erat.

"Tolong aku, Lil."

Lila melepas pelukanku dan berlari ke arah pintu. Tangannya memutar anak kunci dengan cepat kemudian mengintip di jendela. Beberapa saat kemudian tampak Lila menghela napas dan berjalan menghampiriku.

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang