demi apa?

2.5K 145 1
                                    

Mbak Leya udah nyerah nih sama Mas Bian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mbak Leya udah nyerah nih sama Mas Bian

Jadi, ceritanya mau hepi-hepi dulu deh

Konfliknya ntar aja

Paling nggak setelah kegiatan uwuwu mereka😜

.
.
.

Fabian menepati janjinya. Mengurus berkas kelengkapan untuk pernikahan kami. Menelepon orang tuanya untuk segera pulang. Alih-alih protes dengan keputusan anaknya, kedua orang tuanya malah mengiyakannya bahkan ibunya Fabian meminta jasa WO kenalannya untuk menangani pernikahan kami.

Aku sudah tidak mempedulikan lagi pekerjaanku. Yang ku pikirkan adalah Azka. Keadaannya memang membaik tapi belum boleh pulang. Aku menungguinya sementara Fabian berangkat ke kantor. Ibunya juga menghubungiku via videocall. Wanita itu tampak begitu berseri mendengar kabar pernikahan anaknya denganku. Mimik wajahnya membuatku tenang dan merasa diterima. Kami mengobrol tentang kesehatan Azka hingga konsep pernikahan yang ku inginkan.

Aku benar-benar merasa tersanjung oleh sikap ramahnya. Ibu Fabian memintaku memanggilnya Mama Dira. Hatiku menghangat melihat manik matanya. Mengingatkanku pada cara Ibu menatapku. Mama Dira juga sangat berterima kasih padaku karena sudah menjaga Azka. Katanya dia sudah tidak sabar ingin bertemu denganku.

Senyumku terus mengembang sepanjang hari. Azka juga sudah siap pulang hari ini. Anak itu terus saja menempel padaku. Karena Azka, aku juga kembali ke rumah Fabian. Wajahnya sudah terlihat ceria kembali apalagi saat Fabian memberitahunya aku akan tinggal serumah dengannya.

"Mama, mau gendong," pinta Azka begitu kami sudah sampai rumah.

Dengan senang hati aku meraih tubuhnya dan megayunnya dalam gendonganku. Kami pulang dengan sopir Fabian sementara Fabian sendiri harus lembur. Ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikannya agar pernikahan kami berjalan tanpa gangguan. Orang tua Fabian baru bisa pulang besok. Kemungkinan pesawatnya mendarat sekitar Jumat malam, itu pun kalau tidak ada delay.

Seharian ini aku menemani Azka bermain, menyenangkan sekali. Jadi beginikah rasanya menjadi seorang Ibu? Aku mau selamanya sebahagia ini. Memeluknya, tertawa bersamanya, melihat keceriaannya dan selalu ada untuknya.

***

Aku terbangun saat ada yang mengusap kepalaku. Fabian yang melakukannya, dia masih memakai pakaian kerja. Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Segera aku bangun setelah melepas pelukan Azka.

"Kamu baru pulang, Mas?"

Fabian menganggguk. Wajahnya tampak lelah.

"Udah makan?"

"Belum, nggak sempat."

"Nggak sempat atau malas makan?"

Kali ini Fabian meringis. "Malas."

"Udah ayo, aku temenin kamu makan." Aku menarik tangan Fabian keluar dari kamar Azka. "Mau mandi dulu?"

"Mandi dulu aja, gerah."

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang