Kejadian itu benar-benar cepat. Yang aku tahu aku dalam ketakutan luar biasa bahkan aku bisa merasakan gerakan yang terjadi secara slowmotion. Suara letusan itu terdengar keras.
"Lo gila ya! Pelurunya bisa kena anak gue."
Lara tiba-tiba datang menepis tangan Fiona hingga sasarannya meleset. Secara refleks dia mendorong tubuh Lara dengan kasar. Lara tersungkur dengan kepala membentur meja yang ada di dapur. Kejadian itu membuat kami semua termangu bahkan hanya menatap kejadian berikutnya tanpa bisa mengatakan apapun.
DOR.
Letusan kedua terdengar.
"Argh."
Aku membuka mata saat mendengar rintihan itu. Hasbi berada di depanku dengan wajah menahan sakit.
"Sial!" Fiona mengumpat keras.
Hasbi jatuh berlutut di depanku bersama Azka yang masih berada dalam gendongannya. Aku yang masih syok hanya terdiam dengan mulut terbuka menatapnya bahkan saat Fabian sudah mengambil Azka dari tangan Hasbi. Aku masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Baru saja kakiku melangkah melangkah karena tanganku ditarik oleh Fabian, Hasbi sudah berdiri mendekapku dan suara letusan senjata api kembali terdengar.
Tak hanya itu, suara teriakan marah Fiona menggema di telingaku sementara raungan kesakitan yang disuarakan Hasbi juga terdengar jelas. Tubuh Hasbi merosot lemas karena aku memang tidak menahannya. Napasnya terengah menatapku sayu. Sekarang dia terbaring miring di bawah kakiku. Membuatku panik menatap pemandangan mengerikan itu. Fabian yang lebih dulu berjongkok di dekatnya sambil memeluk Azka sedangkan aku masih masih tertegun melihatnya.
"Hasbi, bertahanlah."
Hasbi tidak menjawab, hanya tersenyum padaku.
"Leya. Pegang tanganku."
Aku juga mematung. Tak menghiraukan permintaan Hasbi. Tangannya terulur kepadaku, tak bersambut.
"Leya."
Aku malah mundur. Menjauhinya. Tatapannya penuh pengharapan dan kesakitan. Hingga petugas kesehatan membawanya pergi pun aku masih bergeming. Bersembunyi di dalam pelukan Fabian sambil menangis.
***
Kami sampai di rumah pukul tiga dini hari. Mama Dira dan Pak Farzan memelukku saat aku sampai di depan pintu rumah. Terutama Mama Dira, tangisannya pecah saat meneliti kondisi tubuhku. Mendapati memar di beberapa area tubuhku. Membuatku kembali menangis mengingat kejadian belakangan ini.
Azka sudah tertidur. Dia terlihat sangat lelah. Aku menyerah saat Mama Dira mengambil Azka untuk dibawa ke kamarnya. Aku juga sangat lelah. Pikiran dan batinku. Benar-benar lelah.
"Tidurlah, Sayang."
Tangan Fabian terus mengusap kepalaku sampai aku terlelap di dalam dekapannya. Aku berharap semua hanya mimpi buruk. Tidak ada lagi Hasbi ataupun orang lain yang membuat hidupku tidak tenang.
Semua hanyalah mimpi buruk dan sudah berakhir.
DOR.
Baru saja mataku terpejam, aku tersentak kembali mendengar suara letusan itu. Aku terduduk panik dan hampir melompat jika Fabian tidak menahanku. Lengannya memelukku yang gemetaran dengan cepat.
"Sst, aku di sini."
Napasku memburu. Mataku mengamati sekitar dengan sorot ketakutan. Masih teringat jelas bagaimana Fiona mengacungkan senjatanya padaku. Kematian terasa begitu dekat. Rasa dingin menguar mengelilingiku, membuatku tidak bisa bergerak. Tatapan Fiona mengunciku, memakuku di tempat. Mengapa dia begitu terlihat membenciku? Fiona bahkan tak mempedulikan kondisi Hasbi yang terluka karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine (End)
عاطفيةBertemu mantan bukanlah hal yang ku inginkan saat ini. Mengapa harus bertemu lagi dengannya sekarang? Lebih tepatnya, mengapa kami baru bertemu lagi? Seketika aku ketakutan. Takut, rasa yang ku kubur dalam-dalam kembali muncul di permukaan dan memb...