09

245 28 7
                                    

"Ta, mau ikut ke kantin nggak? Cari yang seger-seger," Rian yang sudah berada di depan Attala dan Areta membuat mereka berdua tersentak dan mendongakkan kepala mereka.

Rian yang baru saja menyelesaikan permainan basketnya dengan teman-temannya, menghampiri Attala dan Areta yang sedang duduk di pinggir lapangan, sebelum pergi ke kantin untuk mengisi perut setelah lelah bermain basket.

"Yan, di sana ada stall es krim nggak?"

"Hm? Es krim?" Attala mengangguk. "Adanya keluar kampus ini. Nggak gitu jauh sih, tapi kalo jalan ya lumayan."

"Yaudah nggak apa-apa. Gue ke sana dulu, ya. Ayo," Attala meraih tangan Areta dan menariknya setelah tangan yang lainnya meraih jaket dan tasnya.

Areta yang mendadak ditarik sontak bingung tapi hanya bisa menurut dan mengikuti langkah Attala. Dia menganggukkan kepalanya ke Rian sambil berpamitan. Sementara Rian hanya diam karena kaget dan bingung tiba-tiba saja Attala menggenggam tangan Areta di depan matanya.

"Mau ke mana sih, Ta?"

"Cari es krim."

"Maksudnya buat apa?" Attala tak menanggapi. Areta makin tidak mengerti dengan sikap kawannya itu. Ditambah dia yang kewalahan menyamakan langkah Attala yang begitu lebar. "Kalo mau jalan lebar-lebar gini, lepasin tangan gue dulu. Gue nggak bisa ngikutin lo, Ta!"

Attala spontan menghentikan langkahnya --yang otomatis membuat Areta juga berhenti-- dan menoleh ke Areta yang berada sedikit di belakangnya, "Sorry."

Lelaki itu menyesuaikan langkahnya dengan Areta. Tangan mereka masih bertaut sepanjang jalan.

Mereka berdua berjalan menuju kedai es krim yang dimaksud Rian. Ternyata memang benar, cukup lumayan membuat kaki pegal jika ditempuh dengan berjalan kaki.

Tempat yang dimaksud adalah sebuah kedai gelato yang berada di kompleks pertokoan sebelah kampus. Attala kembali menarik tangan Areta bermaksud untuk membawanya masuk ke sana, tapi Areta menahan, membuat Attala menghentikan langkah dan memutar kepalanya. Areta menggeleng tanpa berbicara, sedetik kemudian manik Areta tertuju pada situasi ke dalam kedai gelato tersebut.

Attala mengikuti arah pandang Areta. Dia paham.

Areta tidak mau masuk karena tempat itu ramai. Dia tidak bisa cerita jika terlalu banyak orang di sekitarnya.

"Take away aja, ya. Ntar kita makannya di dalem mobil," tutur Attala.

Areta menipiskan bibirnya lalu mengangguk kecil. Kemudian Attala kembali menarik tangannya lalu mereka berdua masuk ke dalam kedai yang memang lebih ramai dari yang mereka lihat dari luar tadi.

Di depan counter, mereka berdua memindai tiap rasa gelato yang tersedia.

"Mau size apa?" tanya Attala.

"Cup yang kecil aja."

Attala mengangguk lalu mendongakkan kepalanya untuk berbicara pada sang penjual, "Teh, saya mau ini," Attala menunjuk salah satu rasa di sana, "Iya, dark chocolate. Small cup aja."

"Satunya, Kak? Small cup isinya dua scoops bisa mix rasa," jelas si penjual.

"Dark chocolate semua, Teh."

"Baik. Ada lagi, Kak?"

"Nggak, udah itu aja."

Areta menaikkan kedua alisnya dan memberi tatapan tak mengerti ke Attala. "Lo nggak beli?"

Attala menggeleng, "Lagi nggak pengin es krim. Minta lo aja ntar."

Setelah selesai membeli gelato, mereka berdua berjalan kembali menuju kampus Parahyangan. Di pertengahan jalan, mata Areta menangkap sebuah gerobak yang menjajakan siomay. Saat mereka keluar tadi gerobak itu belum ada.

Best (boy)Friend √ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang