BonChap #1

270 17 1
                                    

Heyhoooo~
Ada yang masih nyimpen cerita ini nggak ya? hehehe
Maaf, baru muncul lagi.
I'm back to keep my promise.
Bonchap yang aku janjiin dulu di chapter Epilog, akhirnya bisa kuselesaikan. Empat bonchap sekaligus. Mantep nggak tuh?! hahahaha
Tapi, maaf kalau lama banget ya.
Well, langsung aja lah, ya.
Enjoy the bonus chapters.

***

"Ayah, Ibu, aku mau batalin pernikahan aku."

Pernyataan Indira Natika atau yang kerap disapa Dira itu sukses membuat seluruh anggota keluarganya yang sedang berada di ruang keluarga melongo seketika. Mata dan mulut mereka kompak terbuka lebar.

"Dira, kamu ngomong apa, sih, Nak?" Wulan, sang ibu, menjadi yang pertama menanggapi.

Menghela napas panjang dengan kepala menunduk dan tangan saling meremas satu sama lain, Dira menjawab, "Aku nggak bisa, Bu. Aku nggak bisa maksain nikah kalau Zaky masih terus-terusan nggak bisa nerima aku sama Wira."

Merasa namanya disebut, Zaky langsung menegakkan badan. "Mbak, nggak usah bawa-bawa gue. Lo mau nikah sama siapa, bukan urusan gue."

Dira mengangkat wajahnya dan menatap adik keduanya itu. "Tapi, pada kenyataannya gue peduli, Ky. Awalnya, gue mau masa bodoh, lo restuin gue sama Wira atau nggak, gue nggak peduli. Toh, yang penting gue udah dapet restu dari Ayah sama Ibu. Tapi, kenyataannya, nggak bisa. Gue nggak bisa. Ada yang ganjel di sini." Dira menepuk-nepuk dada sebelah kirinya. Matanya terlihat mulai berkaca-kaca. "Selama lo masih nggak bisa maafin gue, mending gue nggak usah nikah selamanya."

Mata Zaky makin melebar mendengar penjelasan panjang Dira. Dirinya tak terima disangkutpautkan dengan urusan pribadi kakaknya itu. "Kenapa lo malah kasih beban ke gue, sih? Urusan gue sama lo, nggak ada hubungannya sama urusan pernikahan lo. Lo mau nikah sama Wira, silakan. Lo mau batalin juga, silakan. Tapi, nggak usah bawa-bawa gue kayak gini. Kesannya, jadi gue yang jadi penyebab batalnya pernikahan lo."

"Zaky, Dira, tenang dulu. Ayah boleh bicara?"

Dira dan Zaky langsung mengatupkan mulut mereka ketika Ardi, sang kepala keluarga, mulai berbicara.

"Jadi, intinya Dira mau batalin pernikahan kamu?" Dira mengangguk atas pertanyaan sang ayah. "Udah bilang sama Wira?"

Dira menunduk, lalu menggeleng pelan. Tidak berani menatap ayahnya. "Belum, Yah. Rencananya setelah aku bilang sama Ayah sama Ibu ini, aku baru mau bilang sama Wira."

"Kalian pernah bertengkar selama nyiapin pernikahan kalian ini?"

Dira menggigit bibirnya dan menggeleng lagi.

"Terus apa alasan yang mau kamu sampaikan ke Wira?"

"Ya ... ya, aku bilang kalau selama ini aku ngerasa ada yang nggak sreg. Masih ada yang ganjel dan nggak yakin kalau mau diterusin."

"Setelah persiapan pernikahan kamu udah 50% lebih?" Ardi menekankan pertanyaannya. "Kamu mau ngulangin kesalahan kamu yang dulu lagi, Ra?"

Dira sontak mengangkat wajahnya dan menatap Ardi. Dia tahu maksud dari pertanyaan ayahnya. Dan, entah mengapa, lidahnya tiba-tiba kelu, tidak mampu menjawab. Kegagalan pernikahannya dulu dengan Arka, masih menjadi trauma besar bagi keluarganya. Orang tuanya harus rela menahan malu. Bahkan, Zaky sampai memusuhinya hingga kini.

Dira tahu, jika kali ini pernikahannya gagal lagi, orang tuanya pasti akan sangat kecewa padanya.

"Sekarang, Zaky." Ardi beralih ke anak keduanya. "Kamu mau sampai kapan musuhin mbakmu terus?"

Zaky menunduk, tidak berani menjawab.

"Kalau boleh jujur, Ayah capek liat kalian berdua selalu bertengkar tiap ketemu. Masalah Dira sama Arka udah bertahun-tahun lalu. Arka sama keluarganya juga udah baik-baik aja sama kita. Terus kamu mau sampai kapan kayak begini ke Dira, hm? Ke kakak kamu sendiri. Nggak takut dosa?"

Best (boy)Friend √ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang