Suara pintu yang terbuka membuat Attala mendongak dan mendapati Hana yang baru saja masuk. Gadis itu berjalan menuju mejanya sambil membawa selembar kertas di tangannya. Sesampainya di meja, Hana terlihat langsung merapikan beberapa berkas di atas mejanya. Begitu selesai, dia mengambil lalu menyampirkan tasnya di pundak.
Attala yang sejak tadi masih memperhatikan kegiatan Hana, makin mengerutkan keningnya ketika Hana seperti akan pergi lagi.
"Mau ke mana?" tanya Attala yang sudah tidak dapat menahan rasa penasarannya. Pasalnya, dia merasa tidak memberikan tugas ke mana-mana pada mahasiswa magang di depannya itu.
Hana agak tersentak ketika Attala tiba-tiba mengajaknya bicara. Gadis itu berhenti dan menoleh pada Attala yang masih duduk di kursi kebesarannya, "Ke pameran komputer, Kak."
Attala memiringkan kepalanya makin tak mengerti, "Ngapain?"
"Beli PC set yang Kak Attala minta."
"Disuruh siapa?"
"Mbak Dini."
Beberapa hari lalu Attala memang meminta pengadaan PC set baru untuk cabang mereka yang baru pada bagian finance. Tapi dia belum mendapatkan info baik dari Dini maupun Mbak Wida kapan permintaannya itu akan direalisasikan. Makanya dia kaget saat Hana mengatakan akan pergi ke pameran komputer untuk membeli komputer baru yang ia minta itu.
"Lo pergi sama siapa?" tanya Attala lagi.
"Sendiri."
Alis Attala meninggi, "Naik apa?"
"Taksi mungkin, Kak."
"Lo tau nggak gue minta komputer berapa set?"
Hana membaca kertas yang sejak tadi ada di tangannya sebelum mendongak kembali pada Attala untuk menjawab pertanyaan pria itu, "Lima, Kak."
"Terus lo mau bawa semuanya sendiri? Nggak mikir lo?"
Hana mengerjap bingung. Kenapa mentornya itu jadi marah-marah? Dia kan hanya menjalankan tugas saja.
Lamunan Hana terpecah ketika mendengar kembali suara Attala yang kini tengah berbicara lewat intercom. "Din, lo nyuruh Hana ke pameran komputer sendirian?"
"Gue tadi udah suruh ngajak temen atau Pak Hendra -supir kantor-. Tapi kayaknya dia mau berangkat sendiri soalnya Pak Hendra-nya masih nganter Mbak Wida. Dia nggak mau nunggu, nanti masih ada kerjaan katanya."
"Lo tau kan komputer yang dibeli nggak cuma satu?"
"Iya."
"Ya, mana bisa Hana bawa sendiri?"
"Gue udah bilang gitu. Tapi anaknya ngeyel."
"Lagian kenapa lo nggak bilang ke gue dulu sih kalau mau belanja hari ini?"
"Lah, biasanya juga gue nggak pernah laporan dulu sama lo kalau mau belanja. Kenapa sekarang tiba-tiba gue kudu ngomong dulu sama lo?"
"Ya kan—" Attala tidak meneruskan kalimatnya karena dia juga tidak tahu apa yang sedang ia lakukan sekarang.
"Lo kenapa deh, Ta? Kok mendadak nge-gas sama gue?"
"Hm? Siapa yang nge-gas sama lo? Ngarang lo," Attala terkekeh menutupi rasa malunya yang tiba-tiba saja meninggikan nada bicaranya pada Dini. "Yaudah, lain kali kalau lo nyuruh Hana keluar kantor, lo bilang sama gue dulu. Gue kan mentornya."
"Iyeee, Pak Mentor. Posesif amat sama anak magang."
"Bawel, ah!"
"Hahaha, udah, ya. Gue masih banyak kerjaan nih!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Best (boy)Friend √ [Completed]
Fanfiction"They say, boys and girls can't be bestfriends. Is it true? What if we could be one?" ---------------------- This work may contain harsh words and mature content. Be wise.