04

389 45 7
                                    

"Saya sudah minta kamu selesaiin layout rekayasa keluar-masuk pengunjung dari kemarin kan? Kenapa sekarang masih belum selesai juga?" suara Pak Arif begitu lantang membentak Areta yang sedang tertunduk di kursinya.

"Saya nyelesaiin permintaannya Pak Yanuar dulu, Pak. Beliau minta media promonya selesai dulu biar bisa segera woro-woro."

"Kamu itu kerja sama saya atau Pak Yanuar?"

"Tapi Pak Yanuar kan orang Budpar."

Areta merasakan sesuatu melayang di depan mukanya. Kertas yang tadi berada di tangan Pak Arif dilemparkan begitu saja ke arahnya. "Saya yang gaji kamu! Bukan Pak Yanuar! Tugas kamu nurut sama saya. Kamu tu goblok apa gimana? Gitu aja nggak ngerti!"

Areta memejamkan matanya, mencoba mengendalikan dirinya. Dadanya terasa sesak sekali sekarang. Dia menggigit bibirnya supaya air matanya tidak keluar.

"Jangan mentang-mentang kamu pacarnya Bhumi terus kamu bisa seenaknya di sini. Sekarang seleseiin perintah saya. Jam dua saya rapat sama Budpar," Pak Arif memutar tubuhnya meninggalkan kubikel Areta.

Areta menghela napas panjang kemudian bangkit dari kursinya dan masuk ke kamar mandi. Dia meluapkan emosinya di sana, menangis sejadi-jadinya. Dia menepuk-nepuk dadanya karena rasanya terlalu sakit akibat menahan tangisnya.

Areta tidak menangis karena dia dimarahi Pak Arif tadi. Dia menangis karena dia marah.

Siapa Pak Arif sampai berhak bentak-bentak dia seperti tadi? Di depan staf yang lain pula. Bahkan sampai menyebutnya goblok. Orang tuanya saja tidak pernah meninggikan suara mereka pada anak-anaknya.

EO yang didirikan Pak Arif sudah berjalan sejak tiga bulan terakhir, dan event kerjasama dengan Budpar DKI Jakarta ini menjadi event perdana EO tersebut.

Entah karena gugup karena ini event pertamanya, atau obsesi ingin terlihat sempurna dalam rangka cari muka, Pak Arif yang sifat dasarnya sudah tempramental kini makin menjadi-jadi. Tidak hanya Areta, semua orang di timnya sudah pernah kena marah lelaki paruh baya bertubuh gempal itu. Areta sudah kena marah berkali-kali, tapi siang ini adalah yang paling parah.

Setelah merasa agak tenang, Areta membasuh mukanya lalu keluar dari kamar mandi dan berjalan kembali menuju kubikelnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah merasa agak tenang, Areta membasuh mukanya lalu keluar dari kamar mandi dan berjalan kembali menuju kubikelnya. Belum lama dia duduk di kursinya, Bhumi datang dan menarik satu kursi di sampingnya dan duduk di sana. Pria itu mengusap lembut kepala Areta.

"Habis event ini, kamu resign aja," ucap pria tinggi itu lirih agar tidak terdengar orang lain.

Ucapan Bhumi sontak membuat Areta menoleh kaget. Dia mengernyitkan dahinya tak mengerti.

"Aku nggak tahan liat kamu dimarah-marahin terus. Apalagi sampe bikin kamu nangis kayak gini."

"Kamu tau aku nangis?"

Best (boy)Friend √ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang