Pekan ini, Kiwari sedang disibukkan dengan proyek sesi foto untuk produk baru sebuah kosmetik kecantikan yang sudah cukup terkenal. Hari-hari yang cukup melelahkan bagi Areta karena sang klien bisa dibilang cukup rewel dan banyak maunya. Untungnya, hari ini semua pekerjaannya selesai lebih cepat dari yang ia perkirakan. Oleh karena itu, pukul dua siang begini dia sudah bisa leyeh-leyeh di kursi kerjanya, menumpukan punggungnya di sandaran kursi, mendongakkan kepala, dan memejamkan matanya. Posisi yang tidak bisa dibilang nyaman, tapi sudah cukup lumayan untuk beristirahat.
Mata Areta terbuka saat ponselnya berdering. Dia meraih benda tersebut dan mendapati nama Attala di sana.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Lagi sibuk nggak, Ta?"
"Udah kelar sibuknya. Kenapa?"
"Gue lagi di mal deket kantor lo nih. Nyusul gih."
"Ngapain lo siang-siang ke mal? Gabut?"
"Sembarangan. Gue baru habis selesai meeting di sini. Makanya sini gih!"
"Jemput. Gue nggak bawa motor."
"Yee, gue udah di sini, njir. Tega lo, gue disuruh bolak-balik?"
"Tega lah, sama lo ini, hahaha."
"Sialan! Gue pesenin takol deh. Ntar baliknya gue anterin. Lagian gue sama Giska ni."
"Oh, lo nggak sendirian. Gue ganggu ntar."
"Ya nggak lah. Emang sengaja ngundang lo ke sini. Biar lo bisa kenalan sama Giska."
"Gue doang? Anak-anak yang lain?"
"Ntaran gampang. Dadakan juga soalnya, takut anak-anak nggak bisa. Udah cepet sini aja dulu elah, ceritanya ntar lagi."
"Iyaaaa, yaudah gue siap-siap dulu."
"Okeee, gue tunggu ya."
"Takol-nya jangan lupa pesenin, sat!"
"Iye, ah bawel!"
Dengan memaksa tubuhnya untuk bergerak, Areta merapikan mejanya dan memasukkan barang-barang yang sekiranya perlu dibawa ke dalam tasnya. Dia bangkit dan bersiap menyusul Attala dan Giska. Sebelumnya, dia menyempatkan diri untuk mampir ke ruangan Sasa, menanyakan apakah masih ada yang perlu dia kerjakan, sebab setelah bertemu dengan Attala, dia berniat langsung pulang ke rumah.
Begitu mendapatkan jawaban dari Sasa yang mengatakan pekerjaan hari itu sudah selesai, Areta bergegas keluar karena taksi online yang dipesan Attala untuknya sudah menunggu.
Areta menelepon Attala untuk menanyakan keberadaannya sebab dia sudah sampai di mal yang sudah mereka sepakati. Areta menyusul Attala yang ternyata sedang berada di toilet.
Gadis itu mendapati Attala sudah berdiri di depan toko di seberang toilet. Kawannya itu telah menyelesaikan urusan buang airnya.
"Lo habis mikir jorok ya, Ta?" tanya Areta saat mereka sudah berjalan beriringan.
"Mikir jorok apaan?" Attala mengernyitkan dahinya, bingung dengan pertanyaan Areta yang tiba-tiba.
"Lo belum mulai makan ngapain udah ke toilet? Lo mikir jorok tentang Giska, ya? Habis main solo ya lo?"
Attala refleks merangkul leher Areta atau lebih tepatnya mengunci leher sahabatnya itu dan memberikan beberapa keplakan ke kepala Areta, "Otak lo yang kotor, anjir! Bisa-bisanya mikir kayak gitu?"
"AKH, SAKIT, ATTA! LEPASIN! AMPUN, IYA MAAF. GUE NGGAK BISA NAPAS, ATTA!" Areta memukul-mukul tangan Attala yang mengunci lehernya. Dia seperti mulai kehabisan napas. Ya bagaimana tidak? Badan Attala terlalu besar dan berotot baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best (boy)Friend √ [Completed]
Fanfiction"They say, boys and girls can't be bestfriends. Is it true? What if we could be one?" ---------------------- This work may contain harsh words and mature content. Be wise.