23

174 30 1
                                    

"Zaky, gue minta tolong kali ini aja!"

"Gue nggak bisa, Mbak. Berapa kali lagi gue mesti jawab?"

"Lo bukannya nggak bisa, lo nggak mau!"

"Baguslah kalau lo tau."

"Zaky!"

Zaky menghela napas berat. Setiap dia dan Dira bertemu akan berakhir dengan pertengkaran. Entah kapan ini akan berakhir, dia sendiri pun sudah lelah.

"Kenapa sih lo segitu bencinya sama hubungan gue sama Wira? Karena gue ninggalin Bang Arka dulu? Iya?"

Zaky menoleh pada Dira dan menatapnya tajam, "Gara-gara lo selingkuh dulu, pertemanan gue sama Attala hampir hancur, ngerti nggak?!"

"Tapi kan sekarang lo berdua udah baik-baik aja. Gue sama Bang Arka juga udah sama-sama terima keadaan kok. Apa lagi sih masalah lo?" suara Dira mulai bergetar karena menahan emosi dan sesak dalam dadanya.

"Gue malu. Paham? Lo nggak akan ngerti kayak apa usaha gue buat bersikap biasa aja ketika berhadapan sama Atta dan keluarganya. Mereka-nya baik banget, selalu ngeyakinin gue kalau mereka baik-baik aja. Mereka selalu nenangin gue dengan dalih kalau lo sama Bang Arka emang nggak jodoh. Gue paham banget konsep itu, tapi bukan berarti dengan cara lo harus selingkuh, Mbak!"

"Oke, gue salah waktu itu. Gue emang selingkuh sama Wira ketika gue udah tunangan sama Bang Arka. But it's been years, for God's sake, Zaky! Lo masih dendam aja sampe sekarang?!"

"..."

"Gue yang salah waktu itu. Harusnya lo cuma benci sama gue. Bukan sama Wira juga."

"Cowok baik-baik nggak akan deketin cewek yang udah punya tunangan, Mbak. Dan juga, cowok baik-baik nggak akan bawa lo sering-sering nginep di apartemennya, sementara lo sama dia belum resmi nikah. Udah bagus lo nggak hamil duluan."

"Jaga bicara lo, Ky! Lo nggak tau apa-apa tentang Wira!"

"Oh ya? Kalau gitu coba kasih tau gue tentang dia. Siapa tau gue jadi luluh," tantang Zaky dengan melipat tangannya di depan dada.

Dada Dira naik turun karena napasnya yang menderu. "Kalau lo berpikir selama ini gue jarang pulang ke rumah dan sering nginep di apartemen Wira karena gue sama dia sama-sama nggak bisa nahan nafsu, lo salah besar! Gue jarang pulang karena lo! Gue jarang pulang karena gue nggak ngerasa nyaman di rumah gue sendiri! Tiap gue ketemu lo, kita selalu berantem. Dan parahnya, lo juga bujuk bapak, ibu, bahkan Rasya buat ikut-ikutan benci sama Wira. Mereka memang nerima lamaran Wira ke gue, tapi bukan karena mereka ridho. Tapi karena mereka nggak peduli sama gue. Mereka nggak urusan dengan semua yang gue lakuin. Itu semua karena apa? Karena lo! Ngerti?!"

"Mbak Dira, udah ya. Keluar aja yuk," Rasya meraih bahu lemah sang kakak perempuan, tapi Dira tetap bergeming di tempatnya.

Air mata Dira mengalir melalui sudut matanya. Dia mendongak, memandang nanar sang adik yang sangat keras kepala. Harus dengan cara apa lagi dia membujuk adiknya itu.

"Gue mesti gimana, Ky, biar lo mau maafin gue?" tanya Dira lirih. Susah payah dia berbicara karena tenggorokannya tercekat.

"Jangan libatin gue dalam semua acara pernikahan lo. Tenang aja, gue bakal tetep dateng. Tapi gue nggak mau terlibat apapun di dalamnya. Anggep aja gue tamu."

Dira menggeleng tidak sependapat, "Nggak bisa gitu, Ky. Nanti apa kata keluarga Wira?"

"Bilang aja kalau adek lo cuma Rasya."

/PLAK/

"MBAK DIRA!!" "INDIRA!!"

Suara tamparan di pipi Zaky mengundang reaksi dari Rasya dan sang ibu yang berada di sana sejak tadi, melihat pertengkaran kakak-beradik itu.

Best (boy)Friend √ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang