Suasana kantor Efharis siang ini cukup kondusif untuk para staf-nya berkumpul di pantry, menikmati jam istirahat sedikit lebih awal dari seharusnya. Hal ini disebabkan oleh Mas Denni yang sudah pergi meeting sejak pagi tadi dan baru akan kembali sore nanti, sehingga keadaan kantor jadi agak lebih santai.
Walaupun tidak semua staf ada di sana, setidaknya penghuni lantai dua saat ini sedang dalam formasi lengkap ditambah beberapa staf yang berasal dari ruangan lantai satu. Mereka asyik bercengkrama sambil menunggu makanan yang mereka pesan lewat aplikasi online. Makan siang kali ini disponsori oleh Mbak Wida sang kepala finance, karena kebetulan hari ini bertepatan dengan hari ulang tahunnya.
Tak berapa lama kemudian, makanan mereka datang yang tentu saja langsung diserbu. Staf yang tidak ikut bergabung di pantry karena belum dapat meninggalkan pekerjaan juga mendapatkan jatah makan siang dari Mbak Wida. Jatah mereka sedang diantar oleh Heksa dan Dika. Begitu selesai, keduanya kembali ke pantry untuk menikmati makan siang gratis mereka bersama dengan yang lain.
"Siang ini makan gratis dari Mbak Wida, nanti sore makan gratis lagi di rumah Attala. Kalau gini terus tiap hari, celengan tabungan buat umroh ortu gue cepet penuh, sih," kelakar Danendra yang disambut tawa oleh lainnya.
"Alhamdulillah, Dan," balas Dini dengan nada mengingatkan untuk selalu bersyukur.
"Alhamdulillaaahhh. Makasih ya, Mbak Wida. Panjang umur dan semoga lancar terus rejekinya biar sering-sering traktir gini, ya. Aamiin."
Mbak Wida tertawa mendengar celotehan Danendra tapi tak lupa juga mengamini doa lelaki bertubuh kurus itu.
"Oh iya, ngomong-ngomong acara nanti sore, gue nggak bisa dateng, Ta. Sorry," ujar Heksa pada Attala yang duduk di sebelahnya.
Attala spontan menoleh dengan alis terangkat tinggi, "Kok gitu?"
"Cewek gue sakit. Vertigonya kumat kayaknya. Tadi pagi pusing sampe muntah-muntah katanya. Nanti sore mau anter dia periksa ke dokter."
"Yakin itu vertigo? Bukan lagi isi?" goda Tere.
"Heh! Sembarangan banget mulut lo. Gue nggak se-ngebet itu ya walaupun bentar lagi gue married. At least, nggak pernah gue buang di dalem," jawab Heksa dengan terkekeh geli.
Kalimat Heksa langsung memicu keributan di pantry. Ada yang tertawa, ada yang geleng-geleng, namun lebih banyak yang mengumpat. Attala dan Dika bahkan tidak tahan untuk tidak menggebuk punggung pria yang sudah memotong rambut gondrongnya itu.
"Woy! Nggak usah pada munafik lo semua! Kayak nggak pernah aja. Ayo, bilang lo nggak pernah gituan?! Gatel-gatel lo kalau lo boong!" Heksa yang merasa terpojokkan langsung menantang teman-temannya. Dia bahkan sampai berdiri dari bangkunya dan menunjuk semua yang ada di sana.
"Sa, udah. Nggak malu ada Hana di sini? Masih kecil lho dia," Mbak Wida menyuruh Heksa untuk menghentikan tingkahnya.
Heksa otomatis menoleh ke Hana yang menunduk tersipu malu. Lelaki itu menyengir lebar sambil mendudukan diri kembali ke atas kursi, "Hehe, sorry, Han. Emang begini kelakuan anak-anak Efharis. Pada nggak beradab."
"Lo doang, Mas," sahut Attala.
"Setelah Mas Heksa join Efharis, kantor jadi lebih rame nggak sih?" tanya Dini.
"Oh, pastinya!" jawab Heksa pongah sambil mengunyah makanannya.
"Lebih rusuh yang bener," koreksi Mbak Wida membuat Heksa mendengus.
"Han, ntar lo ke tempat Attala sama siapa?" tanya Tere membuat Hana menoleh. "Sama gue aja, yuk. Biar gue ada temen ngobrol. Gue bawa mobil kok."
Hana masih diam, bingung dengan ajakan Tere, "Emang ada acara apa, Mbak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Best (boy)Friend √ [Completed]
Fanfiction"They say, boys and girls can't be bestfriends. Is it true? What if we could be one?" ---------------------- This work may contain harsh words and mature content. Be wise.