Layaknya sepasang kekasih, Leonel dan Chelsea tidak tanggung-tanggung mengumbar perhatian dan rasa saling peduli mereka terhadap satu sama lain pada khalayak umum.
Namun anehnya, jika mereka ditanya perihal apa hubungan mereka? Leonel dan Chelsea d...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
22. KARENA LEONEL
-◐o◐-
Tidak ada yang baik-baik saja setelah dijelekkan dan diremehkan seseorang.
Chelsea memutuskan untuk meninggalkan kelasnya lagi karena suasana hatinya benar-benar tidak mendukung.
Setelah menangis lama di depan Leonel, Chelsea langsung meminta cowok itu untuk meninggalkannya sendirian. Chelsea butuh sendiri, ia harus menenangkan hatinya.
Dan sekarang, saat bel pulang sekolah berbunyi, Chelsea segera turun dari rooftop yang dia tempati sejak tadi. Ia sengaja memilih tempat sepi yang tak banyak dikunjungi orang.
Sambil melangkah, ia menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan mata merah dan sembabnya. Chelsea tidak tau sekacau apa wajahnya saat ini, rasanya benar-benar tidak nyaman bahkan hanya untuk membuka mata.
Chelsea memperlambat langkahnya saat sudah di dekat kelas. Ia berharap kelasnya sudah kosong melompong sebab, ia tidak mau diberi teroran pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang membuat wajahnya jadi seperti itu.
Sebelum benar-benar masuk Chelsea mengintip dulu dari pintu kelas, ia mendengkus kasar saat melihat seorang lelaki sedang duduk di atas mejanya sambil bersedekap dada.
Lelaki itu menyadari kehadiran Chelsea, ia spontan berdiri sambil menatapnya penuh tanda tanya.
"Eh buset, nih anak ditungguin kagak balik-balik, kemana aja lo?!" tanya Dhika penasaran. "Itu mata lo digigit kuntilanak apa gimana anjir?" lanjutnya.
Chelsea mendengkus, mengabaikan pertanyaan Dhika dan fokus membereskan barang-barangnya.
"Apaan sih?" tanya Chelsea sensi. "Ngapain juga lo masih di sini?"
"Nunggu elo lah!"
Dhika kembali duduk di meja Chelsea, ia memperhatikan wajah teman sekelasnya dengan seksama. "Nangisin siapa lo?"
Chelsea menoleh, lalu menaikkan alisnya. Tak lama ia mendorong Dhika agar turun dari meja. "Gak usah kepo!"
"Nangisin gue bukan?"
"Idih najis."
Dhika terkekeh geli, ia masih memperhatikan Chelsea yang belum selesai dengan barangnya. "Sumpah ye ni anak," gumamnya. "Gue tuh jadi ngerasa bersalah karena lo tiba-tiba ngilang setelah gue suruh."
