[33]Hari terakhir

422 63 2
                                    

Haiii!
Happy reading!

◌●●

"Lah? Ngapain lo kesini bang?" tanya gue mengerutkan dahi melihat pintu terbuka menampilkan bang Eris dengan kacamatanya yang bertengger sempurna dihidungnya.

Bang Eris cuman natap gue sekilas beralih mencium tangan mamih dan ikut bantu menyimpan tas di sofa, "Lo bolos?" tanya gue lagi.

Bang Eris menolehkan kepala dan menghampiri gue, "Gue udah pinter." ucapnya santai.

Gue memandang bang Eris malas, "Terus ngapain kuliah kalo udah pinter? Buang-buang duit aja."

Bang Eris cuman diem dan duduk dikursi persis depan gue dan memperhatikan gue yang udah gak pake baju tidur rumah sakit, lalu menatap kaki gue.

"Kenapa?" tanya gue bingung.

"Maaf,"

"Buat?"

"Bikin lo cedera." ucap bang Eris tak melepaskan tatapannya kearah kaki gue yang diperban menjuntai kelantai.

"Bukan salah lo bang hih!" ucap gue kesal.

Bang Eris cuman menoleh dan bangkit dari duduknya, keluar dari ruangan sedangkan gue menatap punggung bang Eris yang terbalut sweter berwarna cream dengan tatapan bertanya.

Gak lama bang Eris masuk lagi mendorong kursi roda kearah gue, gue menoleh. "Ini emang hari terakhir gue disini bang, tapi katanya boleh pulang sekitar jam 2 siang nanti." ucap gue jengah.

"Ke taman,"

Gue menautkan alis bingung, "Apaan?"

"Kita ketaman."

Gue mendengus, "Lo ngomong jangan setengah-setengah deh bang, biasanya juga nyerocos ke gue. Apa gara-gara gue lagi sakit jadi lo kasian gitu?" ucap gue terkekeh.

Bang Eris menghela nafas, "Gak sumpek gitu 2 hari diem disini tanpa ngapain-ngapain? Bahkan puzzle itu aja udah lo selesaiin sampe hatam." ucap bang Eris mendelikan matanya.

Gue bertepuk tangan, "Nah ini baru bang Eris, gak usah so cool deh bang. Tidak cocok untuk anda yang julid." ucap gue.

Bang Eris gak jawab pertanyaan gue malah mengulurkan tangan, "Apa?" tanya gue bingung.

"Lo mau jalan?" tanya bang Eris seraya melirik ke tongkat bantu jalan, gue menggeleng.

"Gak lah, sakit ketek gue kalo pake itu." ucap gue sambil mengelus pundak gue, ya malu lah kalo gue ngelus ketek gue.

"Yaudah, sini." ucap bang Eris, mau gak mau gue menyambut pegangan tangan bang Eris dan gue genggam.

Bang Eris menarik pelan badan gue hingga gue berdiri, karena gue bingung gimana cara duduknya. Karena posisi gue depan-depanan sama kursi roda itu, jadi gue kudu muter. Tapi gue gak bisa muter.

"Susah bang! Kaki gue keburu sakit," ucap gue meringis pelan.

"Ehh? BANG?!" pekik gue kaget karena bang Eris dengan mudahnya mengangkat badan gue dan didudukannya dikursi roda, gue yang mendapat perlakuan itu lansung terdiam.

Kosan Kanjeng MamihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang