Haiii!!
Happy reading!◌●●◌
"Coba berdiri terus jalan pelan-pelan."
Intruksi dari dokter membuat gue menoleh ragu, sebentar gue lirik kaki gue yang kini cuman terbalut pengaman berwarna hitam. Gue bingung nyari tumpuan supaya gue bisa berdiri.
"Pegang tangan gue," uluran tangan tiba-tiba muncul didepan mata, gue mendongkakan kepala melihat siapa pemilik tangan itu.
"Lah bang Eris?"
Gue bingung, kenapa ada bang Eris? Gue kesini perasaan cuman sama mamih doang. Seneng sih, seneng banget malah! Mas crush datang gak bilang-bilang.
"Apa? Cepet, tangan gue pegel." desaknya, gue menerima uluran tangannya dan berdiri perlahan. Tangan gue beralih memegang dua tiang pembantu jalan gitu loh, gak tau namanya apaan.
Tangan yang tadinya dipegang bang Eris lansung gue lepas, dokter memberitau gue lagi supaya pelan-pelan aja. Gue mengangguk dan melangkahkan kaki gue pelan, agak susah waktu digerakin karena kaki gue yang cedera itu jadi kaku.
"Sakit?" tanya dokter menghampiri gue karena gue sempat terdiam.
Gue menggeleng cepat dan melangkahkan kaki kanan gue, gue terkesimak sebentar karena gak ada rasa nyeri sama sekali dan gue mempercepat langkahnya. Memastikan.
"Luna!"
Kaki gue tiba-tiba lemes dan badan gue ambruk, untungnya gue udah pegangan sama kedua tiang disisi kanan dan kiri gue. Mamih sama bang Eris menghampiri gue cepat, memeriksa keadaan gue.
"Gak apa-apa?" tanya mamih khawatir, gue menggeleng dan malah tertawa kencang membuat dokter, mamih, dan bang Eris menaikkan alis sebelah bingung.
"Lo kenapa?" tanya bang Eris.
Gue menggelengkan kepala dan menyeka air mata gue yang keluar, "Gak apa-apa. Gue cuman seneng aja bisa balik jalan kaya dulu, saking senengnya gue sampe pengen nangis! Ahahahhaha!" pekik gue kembali mengeluarkan air mata, terharu.
"Ck, gue kira apaan, haha." kekeh bang Eris pelan membuat gue menolehkan kepala kearah bang Eris dan kembali tertawa.
Dokter dan mamih cuman memasang wajah simpul melihat gue sama bang Eris tertawa riang didalam ruangan, "Oke, dari kondisi kakinya, Luna udah bisa kembali beraktivitas seperti biasa asal jangan memaksakan. Kakinya jadi kaku karena udah lama gak dipake jalan, jadi pelan-pelan aja. Kalo cepet kaya tadi, kaki kamu bakal kaget dan bisa aja menimbulkan rasa sakit."
Suara dokter membuat kita berhenti tertawa, gue mengangguk paham dan berjalan pelan dengan tangan yang menumpu ditiang pembantu. Gue kembali duduk dan menghembuskan nafas lega. Akhirnya, tugas kuliah menanti.
"Terimakasih dokter."
Gue, mamih, dan bang Eris keluar dari ruang konsultasi. Gue masih jalan pake tongkat, gak akan semudah itu gue bisa jalan seperti biasa. Latihan jalan ntar dirumah.
"Kita pulang naik apa?" tanya gue ke mamih.
Mamih menengok, "Papih, tapi gak di angkat telepon mamih. Gimana dong?" tanya mamih.
"Naik taksi online paling, bentar--" ucap gue sambil merogoh tas selempang kecil, hendak mengambil HP, tapi tangan gue keburu ditahan bang Eris.
"Bareng Eris aja mih, Eris hari ini bawa mobil," tangan gue yang dipegang, eh mamih yang diajak ngobrol. Gak boleh iri sama orang tua sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan Kanjeng Mamih
Novela JuvenilSetelah Lulus SMA dan tinggal di rumah kakek neneknya di Bekasi. Lunaya Qirla Morinta memutuskan untuk kembali ke Bandung, kerumah kedua orang tuanya dan berencana kuliah diuniversitas dekat rumah orang tuanya. Luna tau betul jika orang tuanya mempu...