[63]You Are Still The Only One

292 43 1
                                    

H-hai hehehehe
Happy reading!

◌●●◌

"Let's move on from her."

"Maksudnya?" Eris menaikkan sebelah alisnya.

"Seanna, lupakan dan biarkan dia pergi.."

Kini ia mengerti ucapan gadis itu. Rupanya Luna telah mengetahui tentang mantan kekasihnya, Seanna. Eris hanya menatap Luna yang sudah memalingkan wajahnya melihat matahari terbenam.

Ia sedikit merasa menyesal karena merusak suasana kencannya, tapi bagaimana pun cepat atau lambat Luna harus membicarakannya dengan Eris. Bahkan ia saja tak menyangka bahwa hari ini adalah harinya.

Keduanya kembali terdiam, bergelut dengan pikirannya masing-masing. Hingga Eris menarik pelan tangan Luna dan pergi dari sana.

"Kita mau kemana?" tanya Luna kebingungan saat Eris menyodorkan jaket yang berada di mobil karena cuaca tiba-tiba saja gelap dan berangin kencang.

Eris fokus memundurkan mobilnya dan mengendarai tanpa sepatah kata apapun, membuatnya semakin was-was. Apa ia membuat Eris marah? Disini siapa yang harusnya marah sebenarnya? Bahkan Luna saja ragu untuk marah.

Suara rintikan hujan mulai terdengar, sedangkan keduanya tetap diam.

Eris menarik rem saat melihat jalanan macet dihadapannya, mau tidak mau harus menunggu ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Apa kamu lihat aku sebagai Seanna?" tanya Luna, Eris terdiam sebentar dan mengangguk kecil.

Melihat jawaban itu Luna tertawa kecil dan memalingkan wajahnya ke arah jendela seakan-akan melihat rintikan hujan yang turun mengalir di jendela mobil lebih menarik.

Digigitnya ujung ibu jari miliknya, menahan sebuah isakkan.

"Hah..haha."

Padahal ia sudah mempersiapkan untuk jawaban ini, tapi kenapa dadanya tetap saja terasa sakit.

"Muka gue kenapa pasaran sih.." gumamnya malah kesal saat pantulan jendela kaca mobil menunjukkan wajahnya yang sudah dipenuhi air mata.

Eris yang menyaksikan itu hanya diam tak menoleh maupun melirik saat mendengar isakkan suara tangis Luna terdengar semakin jelas.

Reaksi Eris jelas-jelas semakin membuat tangis Luna semakin kencang, apa pria itu benar-benar hanya melihat dirinya sebagai mantan kekasihnya? Hanya karena wajah mereka berdua mirip?

"Sialan, turunin gue." gumam Luna setelah mengusap air matanya dengan kasar.

Seakan tak mendengar, Eris tak menggubris ucapan Luna dan malah mempercepat laju mobil saat kemacetan sudah berakhir. Luna melempar kasar jaket yang tadi diberikan oleh Eris ke kursi belakang.

"Lo denger gue gak? Turunin gue!" tekan Luna, Eris tetap tak menjawab.

Dadanya semakin terasa sesak, suara tangisnya keluar lagi kini ditambah dengan tangannya menarik rambutnya.

"Lo kenapa sih Eris? Gue udah males sama masalah ini. TURUNIN GUE! GUE UDAH MUAK SAMA LO! BISA-BISANYA GUE JATUH CINTA SAMA ORANG YANG ENGGA BISA NGEHARAGAIN PERASAAN!! PACARAN CUMAN KARENA MUKANYA MIRIP KAYAK MANTANNYA?! Ketawa kata gue mah."

Kosan Kanjeng MamihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang