17. Stalker?

128 17 1
                                    

Reiloria Là Verqueza, itulah nama restoran yang mulai dimasuki oleh mobil Axel. Adel melotot kemudian menoleh pada cowok itu."Xel! Seriusan lo mau masuk ke sini?"

Adel sedikit ragu, pasalnya Reiloria Là Verqueza sendiri adalah restoran berkelas, dengan makanan khas negara Spanyol. Gila saja, mereka kan hanya murid remaja dari sekolah menengah atas!

Axel meleparkan cengirannya. "Nggak kok, kita makan di warteg sampingnya. Ini cuman numpang parkir," jawab Axel membuka sabuk pengamannya lalu keluar.

Adel lantas menolehkan kepala, mencari warteg yang biasa dilihatnya di pinggir jalan namun tidak kunjung tertangkap oleh netranya. Hingga Axel membuka pintu, mengedikkan kepala agar Adel keluar.

Gadis itu menurut, dengan kening mengerutnya dia menoleh pada Axel. "Mana? Nggak ada tuh?"

Axel terkekeh pelan, dia mengacak puncak rambut Adel pelan. "Ternyata lo sepolos itu yaa? Nanti kalau ada om-om yang ngasih permen, jangan mau yaa?"

Adel merenggut, menatap Axel tidak suka. "Apaan sih lo! Lo pikir gue bocah apa?!"

"Yashh! Ibu dari bocah-bocah kita nanti," godanya kemudian mengedipkan sebelah mata. Adel hanya memasang raut jijik, kemudian berdecih pelan.

"Ayo, kita makannya di dalamlah. Tenang aja, gue yang bayar kok, duit gue banyak," ucap Axel dengan cengirannya, meraih tangan Adel dan menggandeng tangan gadis itu masuk.

"Reservasi atas nama Axelio Alfariz," katanya kemudian diantarkan oleh seorang pelayan laki-laki restoran itu.

"Lo udah reservasi? Kapan? Kok gue nggak tau?" tanya Adel berbisik.

Setelah sampai ke meja mereka, Axel menarik kursi menyuruh Adel untuk duduk dengan gerakan kepala masih dengan senyum tipisnya.

Adel tidak menolak, dia duduk kemudian disusul oleh Axel. Pelayan kembali dengan buku menu, menunggu pesanan dari kedua sejoli itu.

Adel mengernyit pening, tidak paham dengan nama-nama makanan di buku menu itu walaupun si pelayan menjelaskan di sana, dia pun meletakkannya di meja kemudian menatap Axel.

Mengerti dengan tatapan itu, Axel hanya terkekeh pelan. "Sini, biar gue rekomenin. Pertama, lo ada alergi seafood, susu, telur, atau yang lain nggak?"

Adel menggeleng, dia makan apa saja. Asal enak, perut dan lidahnya dapat menerima mereka dengan lapang dada.

Axel mengangguk, dia pun memesankan makanan-yang menyebut namanya saja, bisa membuat lidah Adel terasa terbelit. Setelah pelayan pergi, rasa penasaran Adel masih tinggi. Dia menatap Axel dengan menyipit.

Mengerti lagi dengan arti tatapan itu, Axel mengangkat tangan serasa terkekeh pelan, menyerah. Rasa penasaran Adel harus segera diatasi, jika tidak gadis itu akan terus menatapnya dengan kening mengernyit.

"Del, lo tau L' EALRS Group?" buka Axel terlebih dulu.

Adel bergumam pelan, berpikir kemudian mengangguk. "Perusahaan mode, dan teknologi itu 'kan? Siapa yang nggak kenal coba, perusahaan yang peringkatnya tepat di bawah Xandrian Company, perusahaan yang di bidang yang sama dan terkenal itu."

Axel menjentikkan jari, puas dengan jawaban Adel. Dia pun mencondongkan kepala pada Adel yang duduk di seberangnya, kemudian meletakkan tangan di sisi mulut dan berbisik, "Perusahaan itu punya ayah gue, dan sekarang gue yang jadi calon penerusnya."

Adel terbelalak terkejut, dan tidak menyangka. "Serius? Lo nggak becandain gue lagi, 'kan?"

Axel mengulas senyum tipis, kemudian menggeleng. "Sayangnya, enggak. Btw tadi itu rahasia kita yaa," ucapnya kembali melempar kedipan.

Senandung Kematian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang