38. Benang Kusut

74 10 0
                                    

"Bagaimana dengannya?"

Daniel yang sebelumnya berkutat dengan komputernya menoleh pada Tama dengan sebelah alis terangkat. "Maksud lo, Ergo?"

Tama mengangguk membenarkan. "Tentu saja, terus siapa lagi? Canel?" Dia melemparkan cengirannya.

"Gue masih punya kuping yaa, TimTam!" seru Canel yang duduk di seberang meja Tama, namun sama sekali tidak diacuhkan oleh Tama.

"He's like a good boy," balas Daniel yang baru saja menekan satu tombol di komputernya, sebelum sebuah notifikasi masuk ke komputer Tama.

"Lo bisa liat sendiri," kodenya mengangkat kedua alis pada Tama, seakan menyuruh pria itu untuk mengecek komputernya.

Tama lantas memutar kursi yang sbeleumnya menghadap Daniel, kini sepenuhnya menghadap ke monitor. "Ergodev Gebrianta Gafka ...."

Dia berdesis seraya memiringkan kepalanya. "Gue masih nggak percaya kalau, Devan itu keluarga Gafka. Keluarga pemilik OL Travel, bukan?" toleh Tama pada Klaudius yang duduk di sebelah kanannya.

"Ya, dan sesuai penyelidikan gue beberapa hari terakhir, bukannya nama Gafka sedikit terdengar tidak asing?"

"Sebentar, Gafka, Gafka, Gafka ...."

"G Tech?" sahut Evan tiba-tiba membuat Tama seketika bertepuk sekali, dan menjentikkan jari.

"Nah itu dia! Gue inget sekarang, bukanya beberapa tahun lalu kasusnya agak ramai? Semua anggota keluarga yang tinggal di mansion utamanya meninggal, perusahaanya terbakar, dan kedua anaknya menghilang. Terus sekarang? Kenapa Devan masih ada? Ditambah dengan nama belakang, Gafka?"

Klaudius menggeleng pelan, dirinya tidak tahu. "Gue juga masih masih nyari tahu tentang hal itu."

Mendengar itu Tama hanya bergumam pelan, dia kembali menganalisis data tentang Devan sebelum menekan tombol kembali pada mousenya. "Gue rasa, untuk sementara waktu kita belum bisa percaya sama dia maka dari itu, tetap awasi gerak-geriknya jika saja ada hal aneh yang terlihat."

Daniel mengangguk mengerti kemudian mereka kembali sibuk dengan hal di hadapannya masing-masing.

Drrrrttt ....

Suara dering ponsel yang berada di meja Tama memecah keheningan, lantas pria itu segera mengangkat panggilan yang ternyata berasal dari Axel. "Axel," gumamnya menekan tombol speaker, membuat atensi keempat rekannya tertuju padanya.

"Halo Ax—-"

"Tangkap Leozhka George Gafka, sekarang! Dan cari keberadaan Zea!"

"Oh wow, pelan-pelan. Bisa jelaskan mengapa kami harus menangkap dia tanpa ada bukti, dan tuduhan?" Tama mengangkat sebelah alisnya, dari seberang dirinya dapat mendengar suara decakan pelan dari remaja itu.

"Dan ada apa dengan Zea? Bukanya kakakmu it—"

"Don't call her my older sister! Damn!"

Tama mengerutkan kening tidak mengerti namun berusaha untuk mengabaikan hal itu untuk sesaat. "Oke, Oke. Tolong jelasin semuanya secara singkat dan jelas, kita nggak bisa nangkep orang gitu aja Xel, kamu sendiri tau hal itu bukan?"

"Kita perlu nyiapin banyak hal, seperti surat izin geledah, bukti, surat perintah penangkapan, dan sebagainya," sambung Tama kemudian menghela napas pelan.

Hening untuk sesaat, hingga membuat Tama memeriksa sambungan telepon mereka memastikan apakah masih terhubung. "Halo, Axel?"

Di seberang panggilan, Axel menjambak rambut dengan gusar. Semua yang dikatakan Tama memang benar, dan sial hal ini benar-benar rumit bagi Axel.

Senandung Kematian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang