"Perkenalkan, nama saya Leodra Anaaya. Guru sastra Indonesia kalian yang baru, kalian bisa panggil saya Bu Naya."
"Di sini, saya akan menggantikan Pak Rianto yang kalian tau kembali melanjutkan studi S3 nya di Inggris sana. Ada pertanyaan?"
Satu persatu para siswa mengajukan pertanyaan.
"Bu, tinggi Ibu berapa?" tanya seorang siswi yang sedari tadi menatap kagum, guru muda nan cantik itu.
Naya tersenyum tipis. "Jangan kaget yaaa ...." Para murid berbisik semakin penasaran.
"Tinggi ibu, 183 cm."
"Gila ..., gue aja kalah tinggi buset ...."
"Umur Ibu berapa?"
"Kenapa Ibu jadi guru, bukannya model atau ikutan putri-putrian aja?"
"Ibu masih jomblo?
"Ibu mau nggak jadi pacar saya?"
Naya hanya terkekeh pelan. "Kalau kalian mau tinggi, minum susu, sama olahraga yaa. Umur ibu, 28 tahun. Karena ibu, maunya jadi guru sastra Indonesia. Ibu single. Kamu belajar bahasa Indonesia dulu yaa, yang pinter. Nanti baru ibu mau sama kamu," balas guru muda itu, pasalnya pertanyaan terakhir diutaran oleh seorang siswa pertukaran asal Inggris —--dengan logatnya yang kental.
Mendapat jawaban dari guru muda itu secara berturut-turut dan biasa saja, membuat para murid di kelas itu berspekulasi bahwa Bu Naya orang yang cukup asyik —dalam tolak ukur seorang guru.
"Oke, sudah yaa. Saya akan absen, yang namanya saya sebut angkat tangan!"
"Bu! Angkat kaki, boleh nggak?" tanya Axel, membuat guru itu dan beberapa murid lainnya menoleh cowok itu menggeleng pelan.
Naya tersenyum tipis. "Boleh, tapi setelah jam pelajaran saya selesai paham?"
Axel menyengir lebar dan mengangguk, sementara Adel yang duduk di sebelahnya memutar mata malas. Naya pun mulai mengabsen siswa satu persatu.
"Selama pelajaran saya, kalian semua tawanan saya," ucapnya dengan nada serius ditambah dengan tatapan datar, setelah selesai melakukan pengabsenan tentunya.
Suasana di kelas tiba-tiba terasa dingin, sebelum guru itu bertepuk sekali dan terkekeh pelan. "Nah itu pelajaran pertama, ada yang tau itu gaya bahasa jenis apa?"
Suasana di kelas itu mencair, diisi kekehan dan helaan napas dari beberapa siswa. Adel kemudian mengangkat tangan. "Gaya bahasa atau majas pertentangan, hiperbola."
Naya menjentikkan jari. "Tepat sekali, nama kamu?"
"Cardeliana Rasya, Adel."
Naya mengangguk sekali. "Terima kasih, Adel."
Adel hanya mengangguk satu kali. "Nah anak-anak, saya pikir pelajaran tentang gaya bahasa tidak perlu diperpanjang, sebab kalian tentu sudah mempelajarinya selama belasan tahun sekolah, benar?"
"Benar Bu!"
"Baiklah, kamu! Yang duduk di samping, Adel. Pelajaran sudah sampai mana?" Guru itu menatap Axel, semantara cowok itu menunjuk dirinya sendiri yang dibalas anggukan dari Naya.
"Bab empat, meneladani kehidupan dari cerita pendek, halaman 130," balas Axel sama sekali tidak membuka bukunya.
Naya dibuat mengerjap dua kali, kemudian melihat pada murid lainnya. "Benar, anak-anak?"
"Benar Bu!"
"Iya Bu, udah bener!"
Naya menghela napas pelan, menoleh pada Axel dengan senyum tipis. "Baik, terima kasih ...."
![](https://img.wattpad.com/cover/245023494-288-k293340.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Kematian [Selesai]
Mystery / ThrillerKoma untuk waktu yang panjang lalu terbangun dengan beberapa ingatan yang menghilang, hampir semua keluarganya menjadi korban dari pembunuh yang identitasnya ia sendiri tidak tahu. Namun setelah ingatan itu berangsur kembali, dia tahu apa yang tenga...