Axel keluar dari ruangan Keid, dia tersenyum tipis sambil bersenandung pelan menyapa orang-orang yang juga menyapa dirinya. Ikut tertawa bersama mereka yang tertawa, tidak peduli dicap gila atau sebagainya.
Sedang asyik berkeliling, suara benda yang terjatuh mengalihkan atensinya.
"Axel ...."
Axel menatap sosok lelaki dengan baju pasien dengan bingung, lantas terkejut ketika lelaki itu merengkuh dan memeluknya dengan erat. Dalam dekapannya, Axel dapat mendengar orang itu meracau tentang hal yang sama sekali tidak dimengerti olehnya.
"Axel, syukurlah kamu selamat ...."
"Maaf, kakak tidak bisa menemukanmu saat itu ...."
"Maafkan kakak, Xel ...."
Seketika kepala Axel berdenyut nyeri hingga membuatnya menggeram pelan, dan mendapatkan tatapan khawatir dari lelaki itu. "Axel, kamu baik-baik saja? Ini kakak, Arland ...."
Tubuh Axel itu meluruh, dia berjongkok meremas rambutnya dengan kasar ketika cuplikan-cuplikan bak film terus berputar di kepalanya.
"Ayah! Arland nggak suka adek cowok! Arland benci Axel! Arland mau, adek cewek!" seru seorang anak lelaki yang kira-kira berumur 12 tahun, dengan wajah yang buram.
Di depannya seorang pria paruh baya berjongkok tersenyum tipis, menyeka pelan air mata anak itu. "Arland, cewek atau cowok yang paling penting itu Arland bisa jadi kakak yang baik buat mereka. Kamu berantem lagi sama Adik?"
Arland mendengkus kesal, mengalihkan wajah membuat sang ayah semakin merasa geli dengan tingkah anak sulungnya tersebut. "Memangnya Arl mau ngapain kalau punya adik cewek?"
Nampak anak itu berpikir sejenak, menghapus raut kesal yang sebelumnya terlihat kental di wajah tampan itu. "Arland mau, ikat rambutnya. Mau nemenin dia main boneka bareng, mau jaga dia dengan baik, kayak temen Arl. Axel malah ngerebut semua yang Arl punya ...."
Pria itu nampak terkekeh pelan, mengacak puncak kepala anak pertamanya dengan gemas. "Arland bisa ikat rambutnya Axel, bisa main mobil-mobilan bareng Axel. Axel nggak rebut apa-apa kok dari Arland, dia cuman mau main bareng sama kakaknya ...."
"Ayah ...." Kedua orang itu lantas dibuat menoleh, ketika seorang anak laki-laki berumur 4 tahun, keluar dari tempat persembunyiannya dengan tatapan polos.
"Arland jadi Kakak yang baik yaa, jaga adiknya sebaik mungkin nanti kalau udah punya adek cewek juga jangan sampai berubah, paham?" Arland mengangguk kecil dengan sisa tangisnya, ketika kembali mendapat acakan gemas dari sang ayah.
ARGHH ....
Sekali lagi Axel semakin dibuat kesakitan, rasanya seperti kepalanya akan pecah saat itu juga. Gambar-gambar mulai terganti secara bergilir, kali ini dengan sudut pandang di suatu ruangan temaram, dengan tangan berlumur cairan merah yang ia duga sebagai darah.
Sudut pandangnya begitu rendah, dia melihat semuanya tinggi, besar, dan jauh. Tentu saja, karena kini dia sedang dalam posisi telungkup berusaha meraih orang yang mulai melangkah menjauh. Ditambah kakinya juga terasa begitu berat, itu karena adanya rantai yang melingkar di pergelangan kaki.
"Kakak! Tolongin Axel!" teriaknya ketika menoleh pada sesosok pria yang kira-kira berumur 18 tahun, dia terlihat membantu seorang anak perempuan keluar dari tempat gelap dan pengap tersebut.
Sesekali dia menoleh, wajah tampan yang dipenuhi peluh, kotoran, dan bercak darah itu memalingkan wajah seraya memejamkan mata rapat ketika suara benda yang melayang keras diikuti erangan terdengar menggema di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Kematian [Selesai]
Misteri / ThrillerKoma untuk waktu yang panjang lalu terbangun dengan beberapa ingatan yang menghilang, hampir semua keluarganya menjadi korban dari pembunuh yang identitasnya ia sendiri tidak tahu. Namun setelah ingatan itu berangsur kembali, dia tahu apa yang tenga...