43. Festival

91 7 1
                                    

"Gue, Leozkha George Gafka. Lo bisa manggil gue, George," tambahnya memasang seringai kecil.

"Gilaa ...." Axel menatap tidak percaya, tiba-tiba kepalanya berdenyut nyeri. Semua kilasan balik bak film terus berputar di kepalanya, kita garis bawahi, SEMUANYA!

Axel berlutut menjambak rambut legamnya.

Sial! Rasanya kepala Axel ingin pecah saat itu juga, sementara itu George tertawa terbahak-bahak melihat cowok itu kesakitan.

"Gimana permainannya, kalian suka?"

Adel menatap nyalang. "ANJING! SIALAN!"

Tawa George terdengar menggelegar, dia kemudian merogoh saku celananya membuat Adel menatap waspada. Lalu saat itu juga satu tembakan melesat pada dada kanan Axel, seketika hening. Hingar bingar di kepala Axel lenyap terganti dengungan dan rasa panas, ia terbatuk memuntahkan darah meraba dada kanannya dan menemukan bercak darah, seketika meluruh.

George menyeringai lebar, kini menoleh pada Adel dengan tatapan tajam seakan berkata sekarang adalah giliran gadis itu. Ia melesatkan peluru yang mana berhasil di hindari gadis itu dengan berlari dan berguling, hingga Adel memilih untuk bersembunyi dibalik sebuah pilar.

"Bagus sekali, Cordelia, ayo bermain petak umpet," ucapnya datar, memberi jeda.

"Tapi kalau lo ketemu, semuanya berakhir," sambungnya melangkah diakhiri dengan kekehan puas.

Keringat dingin bercucuran di pelipis Adel, adrenalinnya terasa sangat teruji kali ini. Namun dia menyukainya, tidak bukan Adel yang menyukainya tetapi Cardelia.

Benar, masih ingat bukan jika ia sebenarnya Cardelia, gadis yang hampir membunuh papa angkatnya hanya dengan parfum dan korek.

Ia melirik sekitar, dan menemukan sebuah potongan besi beton lantas mengambilnya, besi itu terlihat begitu pas di genggamannya.

"Ketemu." Suara langkah itu berhenti tepat di belakang Adel, lantas gadis itu berbalik dan tersenyum pada George detik berikutnya ia melesat melayangkan tikaman dengan besi beton ke arah perut George namun pria itu berputar menghindari. Satu tendangan Adel layangkan, namun lagi dihindari pria itu.

Sebagai perlawanan George sekali lagi melepaskan timah panasnya, yang mana berhasil menembus perut kiri gadis itu. Terbatuk, Adel memuntahkan darah membuat George menyeringai girang tetapi hal itu membuatnya sedikit lengah.

Adel yang pantang menyerah, walau kesakitan Adel kembali menghujam George dengan serangan, hingga satu tendangan berhasil mengenai tangannya membuat pistol pria itu terlempar beberapa meter.

Adel dengan sigap berlari merebut pistol itu, dan melesatkan tembakan yang mengenai dada kanan pria itu. "Mata ganti mata, gigi ganti gigi, maka nyawa pun harus diganti dengan nyawa," desisnya pelan, bersamaan dengan masuknya orang-orang kepolisian berseragam lengkap.

"Cepat tangkap dia!" seru Tama disusul pasukannya yang menyebar sesuai dengan formasi mereka namun hal itu, membuat George tertawa terbahak-bahak.

Dia berlutut, memegangi dadanya yang mengeluarkan darah. Sementara tangan kirinya mengambil pistol lain yang ia miliki dan beberapa kali menembak, membuat polisi geram dan Tama balik menembak pada paha kiri pria itu, seketika dia tersungkur.

"Berhenti melawan, atau kami terpaksa menembakmu sekali lagi!" seru Tama yang memimpin pasukannya.

Namun George memanglah orang gila, dengan nyawa di ujung tanduk pun dia tidak peduli. Ia hanya ingin membalaskan dendamnya, lantas ia menoleh pada Axel yang meringis kesakitan lalu tersenyum tipis, satu tembakan terakhirnya melesat mengenai dada kiri Axel membuat Axel berteriak kesakitan.

Senandung Kematian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang