Sejam sudah Adel menunggu pintu di depannya terbuka, namun hal itu tidak juga terjadi hingga membuatnya sedikit merasa cemas. Tidak bisa mendengar apa yang terjadi di balik pintu, membuatnya berdecak pelan karena kesal.
"Xel, buka!" serunya mengetuk pintu beberapa kali, namun tidak kunjung mendapatkan sahutan.
"Axel, gue tau masukan gue nggak masuk akal buat lo, tapi gue punya rencana!"
"Tolong, dengerin rencana gue dulu ... gue, nggak suka sendirian ...." tambahnya dengan nada pelan pada akhir kalimat.
Gadis itu mengepalkan tangan, menunduk tidak suka dan benci jika dirinya mengeluarkan sisi lemah seperti ini. "Gue, benci sendirian ...." gumamnya lagi.
Suara gagang pintu yang diputar, refleks membuat Adel kembali mengangkat kepalanya. Tidak lama kemudian Axel keluar, tanpa membuka lebar pintu kamarnya.
"Apa rencana lo?"
Gadis itu menahan napas untuk sesaat, wajahnya hanya sebatas dagu Axel dan cowok itu terasa berdiri sangat dekat dengannya. Lantas ia mengambil beberapa langkah kecil ke belakang, dan sedikit mendongak menatap Axel.
Rambut legamnya basah, dengan handuk kecil yang menggantung di leher lengkap dengan tatapan datar yang jarang ia perlihatkan.
Ia berdeham pelan, kemudian bertanya, "Harus di sini?"
Axel hanya menatap datar tanpa memberikan respons lebih, lama gadis itu terdiam membuat Axel mendengkus pelan, ia hendak kembali masuk ke kamarnya jika saja perkataan Adel tidak menghentikan langkahnya.
"Kita balikin trik yang sama!"
Axel menoleh menaikkan sebelah alisnya.
"Trik yang sama, yang dia lakuin ke lo dan mungkin aja abang lo juga."
***
"Jelasin hubungan bokap lo, dan Humpty dumpty?" Tama menatap lurus Devan, mereka semua kini berada di ruang tamu apartemen Tama.
Pria itu baru saja menghubungi, meminta Axel dan Adel untuk datang saat itu juga hingga membuat keduanya langsung berangkat ke sana. Kebetulan mereka juga ingin membahas rencana yang Adel usulkan sekaligus bertukar informasi, Axel pikir mereka juga harus tahu hal ini.
Devan tersenyum tipis. "Well, kalian udah tau gue termasuk keluarga Gafka entah dari mana. Jujur aja, gue sepupu Leo yang sebelumnya tinggal di Aussie sama bokap gue, dan secara nggak langsung udah jelaskan kalau bokap gue itu paman dari Leo, tepatnya kakak dari ayah seorang Leozhka George Gafka."
"Satu fakta yang harus kalian tau," jeda Devan menatap mereka berganti. "Gue, nggak pernah ketemu sama Leo secara langsung, gue nggak tau wujudnya kek singa atau gimana, gue sama sekali nggak tau!"
"Bokap gue cuman bantu balas dendam Leo, sekaligus menjalankan dendamnya sendiri atas kematian adiknya," tuturnya, melirik Axel sekilas.
"Gue sendiri baru tahu kalau ketua Black Grime itu bokap. Dan ya, dia memang Leozhka George Gafka yang kalian kenal sebagai direktur utama OL Travel, ada lagi?" Devan mengangkat sebelah alisnya, meminta pertanyaan lain dari mereka.
"B1/57, F/32 ...."
Devan menyeringai kecil. "Gue nggak nyangka, gumaman sekecil itu bisa lo dengar dari jarak beberapa langkah, Xel ...." Keduanya saling menatap dengan sengit, hingga akhirnya Devan memilih untuk mengalah.
Ia mendengkus geli, lalu mengedikkan bahu tidak peduli. "Hanya rencana kecil, yang bokap suruh. Ah tepatnya yang 'Humpty dumpty' suruh ke bokap gue."
Tama mengerutkan kening berusaha memahami maksud remaja itu. "Yaa, masuk ke circle kalian, lo berdua pasti sadar soal itu."
"Itu artinya, sekarang ini lo sedang manfaatin kita, gitu?" Canel angkat bicara, membuat Devan melemparkan cengirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Kematian [Selesai]
Misteri / ThrillerKoma untuk waktu yang panjang lalu terbangun dengan beberapa ingatan yang menghilang, hampir semua keluarganya menjadi korban dari pembunuh yang identitasnya ia sendiri tidak tahu. Namun setelah ingatan itu berangsur kembali, dia tahu apa yang tenga...