"Nama lo Cardelia, jangan-jangan alasan Humpty dumpty pilih lo sebagai target karena ...."
Tidak ada lanjutan dari perkataan Axel, saat itu mereka dibuat tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
"Tapi apa benar Humpty dumpty tau, kalau Adel itu sebatas alter ego lo? Bagaimana ...?"
Cardelia meringis pelan, ikut merasa kesulitan untuk menerka-nerka. "Tapi bagaimana dengan keadaan Margaret sekarang?"
Axel menggeleng pelan pertanda tidak tahu, sebab tidak ada pemberitahuan lebih lanjut dari kepolisian.
Benar-benar tidak berguna ....
"Orang-orang di bandara tadi, menurut lo—"
"The Black Grime," potong gadis itu dengan tatapan lurus, dengan kening mengerut. Sesaat kemudian dia menoleh pada Axel. "Di dalam sana, gue lihat, denger dan tau semua yang kalian bicarakan. Masalahnya ada di gue, yang nggak tau kenapa seakan-akan cuman berperan sebagai penonton, gue nggak bisa gerak tapi gue tau semua sudut pandang Adel."
"Dan saat itu kalian bahas Black Grime, dengan pin khas mereka," jeda Cardelia.
Axel terdiam sesaat, namun dia membenarkan perkataan Cardelia. Dia setuju jika orang-orang tadi adalah anggota dari Black Grime. "Kenapa dia ada di maskapai OL Travel? Jangan-jangan benar ada hubungannya dengan maskapai itu?"
"Menurut gue kemungkinannya di atas lima puluh persen, yaa meskipun dirut OL Travel terlihat ramah, terbuka, dan siap membatu kapan pun. Tapi ingat, musuh kita Humpty dumpty, tahu dia apa?" pancing Cardelia menaikkan sebelah alisnya.
"Humpty dumpty bukan sekadar telur, nggak, ralat. Humpty dumpty itu sama sekali bukan telur," sambungnya membuat Axel menegakkan tubuhnya.
"O–of course, Humpty dumpty itu orang gila," timpal Axel terkekeh pelan.
"Bukan itu maksudnya bego!" kesal Cardelia, memelototkan mata pada cowok itu.
"Yaa terus apa sayang ...."
"Sayang, sayang pala lo kebalik!"
Axel dibuat mencebik pelan, kini memilih bertopang dagu dengan brankar Cardelia sebagai tumpuannya sikunya. "Kasar deh, jadi tambah sayang ...." gumamnya pelan namun masih dapat didengar oleh gadis itu, yang lantas memasang wajah galak pada Axel.
"Iya, iya lanjutin. Tadi suasananya terlalu serius, takutnya gue ngelakuin sesuatu soalnya suka banget liat lo kalau lagi serius gitu," goda Axel lagi, membuat Cardelia mendengkus pelan dan mengalihkan wajah.
"Sudah gue bilang, kalian memang masih satu orang yang sama. Lo masih Adel yang gue kenal, boleh nggak gue manggilnya Adel aja seperti biasa? Soalnya kalian masih satu orang yang sama 'kan? Lo, nggak bencikan sama mereka?" tanya Axel membuat Cardelia kembali menoleh padanya.
"Terserah, dan nggak. Gue bukan Adel yang bimbang sama dirinya sendiri," balas gadis itu mendengkus sinis.
"Anw lo ingat nggak waktu itu, lo dibawa sama tante Vio kemana sampai akhirnya lo terkurung di sudut tergelap itu?"
Cardelia menatap menerawang, mengingat-ingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu kemudian mengangguk pelan. "Margaret bawa gue ke psikiater di RSJ Merdeka satu, di sana gue di terapi selama beberapa kali, gue ngikut aja soalnya waktu itu gue percaya sama Margaret yang merupakan guru privat yang cukup baiklah yaa sama gue."
"Oh yaa, bukannya tante Vio itu pemilik Margaretha Beauty yaa? Kok bisa dia jadi guru privat lo?" tanya Axel mengingat perkataan Adel dahulu.
"Yaa kan sebelum punya Margaretha Beauty, tante Vio itu guru privat. Kliniknya baru buka nggak lama ini, kok," balas Cardelia mengedikkan bahu, yang dibalas dengan anggukan paham dari cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Kematian [Selesai]
Mystery / ThrillerKoma untuk waktu yang panjang lalu terbangun dengan beberapa ingatan yang menghilang, hampir semua keluarganya menjadi korban dari pembunuh yang identitasnya ia sendiri tidak tahu. Namun setelah ingatan itu berangsur kembali, dia tahu apa yang tenga...