07. Cordelia

194 30 0
                                    

"A-–alter ego?"

"Ya, dia nyiptain gue waktu umurnya masih lima tahun, dan dia masih belum sadar kalau gue ada," ucapnya.

Sebenarnya Axel sedikit merasa merasa terkejut, namun disaat yang sama tidak kuasa menahan tawa. Dia jadi menyimpulkan sesuatu yang konyol.

"Ohh, itu sebabnya karakter Adel agak ... tomboi?" gumam Axel pelan.

"Gue denger."

Axel tersentak, lantas dia berdeham sekali. "Jadi lo Rasya, alter ego Adel? Jadi tanpa Adel tau, dia punya riwayat dissociative identity disorder?!"

[Dissociative identity disorder/DID : Suatu gangguan yang ditandai dengan adanya dua atau lebih status kepribadian yang berbeda (kepribadian ganda)].

Rasya mengangguk membenarkan. "Yang gue tau, orang yang bisa mecahin satu kepribadian jadi lebih dari satu kepribadian bisanya punya pengalaman traumatis. Sebenernya apa yang udah terjadi sama Adel?" bingung Axel masih sedikit tidak percaya.

Rasya menghela napas pelan. "Ayah kami," buka Rasya yang lantas membuat Axel mengerutkan kening dalam.

"Setelah nyokap sama bokap cerai, dan nyokap lebih milih buat ikut suami barunya ke Jerman, and you know hak asuh jatuh ke tangan bokap. Waktu itu nyokap masih sering ngehubungin, sampai setahun kemudian, kami lost contact," Rasya memberi jeda.

"Terakhir nyokap cuman kirimin foto waktu kami udah umur sembilan tahun, itu pun cuman via post, gue nggak tau kenapa tapi sepertinya nyokap dibatasin sama suami barunya," sambungannya.

"Beberapa tahun Adel hidup bareng bokap, tiada hari tanpa siksaan. Waktu itu umur Adel lima tahun, kami dituntut terus belajar, belajar, dan belajar. Lalu saat nilai ulangan keluar, kalau itu bukan nilai sempurna," Rasya tersenyum miring dan menggeleng pelan.

"Tongkat golf si Tua itu, langsung melayang ke arah kami. Dikurung di kamar sehari penuh tanpa air dan makan, bukan hanya itu, terkadang bokap juga ngeluarin makiannya terhadap kami. Makian yang benar-benar menguncang mental Adel."

Axel masih menyimak, tanpa ingin menyela penjelasan Rasya. "Lo bisa bayangin nggak? Anak yang masih umur lima tahun itu, terus dituntut, dikekang, ditempa dengan keras sampai rasanya kehadirannya saja sudah jadi masalah besar!"

"Gue nggak tau apa sebenarnya isi otak si Tua itu, tapi sepertinya dia udah terlalu kecewa sama nyokap yang nyelingkuhin dia sampai ngelampiasin kemarahannya sama Adel. Gue akuin, secara fisik Adel emang mirip dengan nyokapnya. Ditambah bokap punya ambisi, dia sangat berambisi dengan nilai, dan pendidikan yang membuat Adel nggak bakal jadi kayak nyokap."

"Jadi wanita terpandang," Rasya tertawa sinis, sementara Axel menatapnya dengan tatapan seakan tidak ada yang salah dengan ambisi itu. Mengerti dengan tatapan itu, Rasya menambahkan, "ohh tentu, gue tau nggak ada yang salah sama ambisinya itu, gue setuju sama tatapan lo itu." Axel tersentak, kemudian melemparkan cengirannya.

"Nggak ada yang salah dengan ambisinya, namun cara si Tua itu buat merealisasikannya aja yang salah!"

"Selama beberapa tahun itu, Adel memendam amarah dan kesedihannya. Amarah yang benar-benar menguncang mental, hingga gue bisa ada. Kepribadiannya terpecah, dan gue adalah wujud dari amarah dan kesedihan itu," tandas Rasya dengan menampilkan senyum miringnya.

Axel menelan saliva kasar. "T–-terus, kenapa lo nunjukkin eksistensi lo ke gue?"

Rasya bangkit dari posisinya, menatap Axel datar. "Karena gue tau, lo bisa dipercaya. Lo teman pertamanya, teman yang tetep mau berteman dengan Adel sekalipun tau sikap unik anak itu. Meskipun lo tau, semua waktunya hampir dia habiskan hanya dengan belajar."

Senandung Kematian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang