Beberapa hari telah berlalu, Cardelia kini telah diperbolehkan untuk pulang. Selama di rumah sakit sesekali Tama mengunjungi mereka, sekaligus memberi tahu jika tiga orang dari Black Grime telah bebas secara bersyarat.
Benar.
Hal itu karena adanya campur tangan dari Jenderal Kepolisian.
Kedua remaja itu sangat marah mengetahui hal tersebut, begitupun Tama dan teman-temannya.
Mereka marah dengan hukum busuk, yang tengah berlaku saat ini tanpa bisa berbuat apapun.
Sementara itu Devan, lelaki itu sedang dalam pengawasan Tama tentu saja bersama teman-temannya dalam selang waktu tertentu.
Tepatnya ....
24 jam.
Sangat lama dan hampir tanpa privasi, membuat Devan kadang berpikir mungkin saja dalam jangka seminggu dia sudah menjadi penghuni salah satu rumah sakit jiwa.
Tetapi hal itu merupakan satu resiko yang harus Devan hadapi, pasalnya mereka tidak bisa percaya begitu saja secara Devan sebelumnya adalah kaki tangan, dari Humpty dumpty. Namun jangan lupakan dengan Axel, dan penyadap berkedok kalungnya itu.
Karena hal itu, Axel terkadang melepaskannya yang berarti secara tidak langsung menyatakan perang dengan Humpty dumpty, ditambah Devan yang berpindah ke sisi mereka.
Axel tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, sungguh.
Lalu tidak ada lagi informasi mengenai Violet membuat mereka berpikir jika nona Margaret itu, kini sudah di tangan Humpty dumpty. Tidak tahu jika masih bernyawa atau tidak.
Axel menghela napas pelan, mendongak menatap langit biru yang dihiasi dengan awan putih yang terlihat begitu lembut membuat senyum tipis tersungging di bibirnya.
Dia kini tengah bersandar pada dinding pembatas rooftop gedung perpustakaan sekolah, suara pintu yang terbuka membuatnya menoleh dan menemukan Cardelia yang menatapnya datar dengan dua kaleng soda di tangannya.
Gadis itu melemparkannya satu pada Axel, lalu memanjat duduk di atas pembatas rooftop.
"Anjirrr! Turun Del! Lo bisa jatuh astaga!" panik Axel melihat Cardelia yang justru mengayunkan kakinya dengan santai.
"Yaudah, lo juga naik biar kita jatuhnya barengan," balasnya dengan malas-malasan, memilih untuk membuka kaleng sodanya hingga suara desingan karbondioksida yang terbebas terdengar di telinga mereka.
Axel menghela napas pelan, namun tak ayal ikut memanjat dan duduk di kanan Cardelia tapi dengan tubuh yang menghadap ke luar sekolah, bertolak belakang dengan gadis itu.
Setelah meneguk sodanya, Axel meletakkan kaleng itu di sisinya lalu menumpukan kedua tangan di sisi paha menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya seraya memejamkan mata.
"RSJ Merdeka satu, pulang sekolah."
Cardelia menoleh padanya, lalu menjawab dengan santainya, "Oke."
Lalu benar saja, setelah pembicaraan singkat itu di sinilah mereka sekarang.
RSJ Merdeka satu.
"Pertama ngapain dulu?" tanya Axel ketika mereka memasuki pekarangan rumah sakit itu. "Maklumlah, gue koma selama lima tahun ditambah sedikit nolep." Axel mengedikkan bahu, lalu terkekeh pelan mendapat respons putaran mata malas dari Cardelia.
"Gue udah bikin janji sama psikiaternya, jadi langsung masuk aja," balas gadis itu melepas safety beltnya lalu melangkah keluar dari mobil Axel.
Cowok itu hanya mengikuti langkah Cardelia, mulai dari ke meja resepsionis menuju ruangan sang psikiater yang diantar oleh seorang perawat. Selama di perjalanan itu, senyum Axel tersungging dengan tipis melihat orang-orang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Kematian [Selesai]
Misteri / ThrillerKoma untuk waktu yang panjang lalu terbangun dengan beberapa ingatan yang menghilang, hampir semua keluarganya menjadi korban dari pembunuh yang identitasnya ia sendiri tidak tahu. Namun setelah ingatan itu berangsur kembali, dia tahu apa yang tenga...