12. Permainan kematian

147 22 0
                                    

Desdemona semakin meringkuk mundur, berusaha mengambil jarak sejauh mungkin dari orang gila yang tengah menyeringai tidak jauh di depannya, hingga kursinya terjatuh.

Dia mengerang kesakitan, namun untungnya dia dapat merasakan lembaran kaca dengan sisi tajam di belakangnya. Syukurlah, Dewi keberuntungan masih berpihak kepadanya.

Dengan penuh susah payah, digesekkan tali yang mengikat lengannya pada sisi kaca tersebut, sementara netranya memperhatikan penculik yang kembali berkutat dengan perkakasnya, menyelesaikan lemari-lemari kaca yang sebelumnya dia bikin.

Tidak lama kemudian, Desdemona menghela napas lega. Ikatannya terlepas, saatnya untuk melepas ikatan di kakinya. Cukup dengan pelan dan hati-hati, agar penculik tidak menyadari aksinya.

Dia bangkit, memilih untuk bergerak dengan merangkak agar tidak menimbulkan suara. Netranya menjelajah, mencari keberadaan pintu keluar ruangan itu.

Tapi tunggu dulu!

Ada yang aneh!

"Dindingnya ...." batin Desdemona, menyentuh permukaan dinding yang bertekstur kasar. Sedangkan tangannya yang lain menyentuh permukaan lantai. "Halus, licin, bagaimana?" pikirnya dengan kening berkerut.

"Ooh ... Desdemona?"

Desdemona terbelalak, dengan jantung yang berdegup kencang. Kemudian suara kekehan membuatnya mengerutkan kening lebih dalam lagi.

"Ternyata benar, selain cantik, Desdemona juga pemberani rupanya," ucapnya kemudian terkekeh diikuti gelengan tidak menyangka.

"Baguslah kalau itu kemauanmu, kita akan bermain petak umpet! Kau yang sembunyi, dan aku akan mencari. Lalu ketika aku menemukanmu, permainan sebenarnya akan dimulai. Aku akan berhitung sampai sepuluh dan mencarimu dengar? Aku mulai, satu, dua ...."

Suara debaran jantung Desdemona semakin kuat, adrenalin kini menguasai. Dia melihat sekeliling yang temaram, dia harus mencari pintu.

Dengan langkah tertatih, dia melangkah lantai halus dan dingin membuatnya semakin merasa tertekan. "P-pintu ... di mana pintu ...." lirihnya sambil meraba-raba dinding kasar.

"Enam, tujuh ...."

"Sialan ...." batinnya mengumpat dengan gigi bergemelatuk.

Desdemona terus melangkah, kemanapun asal ada benda atau tempat yang bisa menyembunyikan dirinya.

"Sepuluh, siap atau tidak aku akan menemukanmu ...."

Tidak ada pilihan lain, Desdemona memilih untuk bersembunyi di bawah sebuah meja kerja lama. Langkah sepatu yang bertabrakan dengan lantai diikuti dengan sendandungan pelan, menambah ketegangannya.

Sebentar, Desdemona tau judul dan lirik lagu itu, dia sering mendengarkan keponakannya menyanyikan itu.

"Itu Humpty dumpty! Kalau tidak salah arti lirik pertamanya, Humpty dumpty duduk di dinding. Artinya, kemungkinan besar pintu tidak ada di dinding yang kasar, karena itu adalah lantai ...." batinnya, masih dengan tangan membekap mulut takut mengeluarkan suara.

Desdemona menolehkan, melihat sekeliling hingga matanya terhenti pada sebuah gagang pintu yang tertancap di lantai. "Benar, itu dia!"

Sekarang, Desdemona sudah tau di mana pintunya. Tapi sekarang, pertanyaannya, bagaimana jika pintunya terkunci?! Bagaimana jika pintunya terkunci dan dia tertangkap di sana?

Desdemona menggeleng, itu lebih baik dari pada sudah melihat pintu namun harus tertangkap sebelum melangkah ke pintu, pikirnya.

Lalu, sebelah tangannya mencengkram kepalanya kuat dia harus berpikir keras dan juga dia tidak bisa bersembunyi di sini lebih lama lagi sebelum orang itu semakin mendekat.

Senandung Kematian [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang