ini keempat puluh empat

25.9K 2.4K 188
                                    

advice: keep listening to this song. from this chapter ---> the end. thank you. it s called 'space song by beach house'. u can search it on spotify too

Setelah seminggu aku dibuat pusing menjawab soal UAS-ku (yang tentu aja dengan capcipcup), dan tiap malamnya dikebut mempelajari materi-materi sambil lalu, akhirnya neraka paling nyata itu sudah terlewati! Aku engga berekspetasi tinggi-tinggi sih untuk nilaiku, apalagi mendapat ranking, yang terpenting aku bisa naik kelas.

Harapanku untuk ikut jalur undangan pun sudah pupus habis dari kelas satu ketika melihat bahwa aku bodoh sekali di jurusan ini. Jadi ya yasudah. Tapi, jujur aja, engga kerasa banget tiba-tiba udah hampir naik kelas 12! Waktu rasanya kok cepet banget. Perasaan baru kemarin Para mendekatiku dengan sikap menyebalkannya itu. Dan tentu saja, aku masih dalam tahap membencinya. Tapi, semua itu sudah berlalu.

Kali ini pun, aku sudah berada di kamar rahasianya yang sudah kurombak. Engga drastis, hanya merapihkan kamar ini agar lebih enak dipandang dan ditempati. Melipat jaket-jaketnya dan memasukkannya ke almari. Merapihkan buku-buku dan piringan hitamnya. Membuang sampah, dan sebagainya. Para sedang ke kamar mandi. Setelah satu atau ... dua minggu, kami jarang bertemu? Hanya berbalas pesan. Itu pun engga rutin seperti minum obat. Karena aku yang harus menyiapkan materi ujian, begitu pun Para yang triple menyiapkan UAS, US, dan UP-nya. Akhirnya kami bisa bertatap muka. Setelah menyelesaikan ujian UAS di hari akhir, Para ternyata sudah menungguku di depan ruang kelas. Dan kami akhirnya berada di sini.

Aku memainkan lagi I Love You by Riopy yang dulu pernah kumainkan, awal kali ke sini. Begitu tiba di nada terakhir dan selesai, aku membalikkan badan untuk mendapati Para sudah duduk di sofa dengan rokok menyala terselip di kedua bibirnya. Kilasan masa lalu terlintas di benakku. Aku tersenyum dan mendekatinya. Ah. Kalau diingat-ingat, sudah berapa lama kami bersama?

"Jangan ngerokok, Pak Hakim. Engga baik buat paru-paru tau! Lagian kamu yang ngerokok, aku juga kena imbasnya," sahutku sambil mengambil rokoknya yang terselip dan melemparkannya ke asbak. Menyobek kemasan permen yang tertinggal di kantong seragamku, dan memasukkannya ke mulut Para. Dia menurut. Tumben sekali. Aku duduk menyandar di sampingnya. Kepalaku kusandarkan ke lengannya. Tiba-tiba teringat masa lalu, dan lantas bertanya, “By the way, kok kamu berani sih ngerokok di sekolah? Pak Hadi ‘kan serem banget.”

Aku yang bergelayut di lengannya, mendongak. Para melirikku dari ujung matanya. Sebelum akhirnya aku memutar mata mendengar jawabannya. Sungguh engga menjawab pertanyaanku sama sekali. “Hm.”

“Hm apa, Para?” Tanyaku. Para yang kali ini sedang meminum minuman kalengnya itu, menatapku. Setelah menurunkan minumnya, dia menjawab. “Pak Hadi serem.”

Aku mendengus. “Terus kok masih berani ngerokok?”

“Ya karena ingin,” jawabnya luruuus banget. Aku memutar bola mataku. Beberapa detik diam, hanya saling bertatapan, sebelum dia berkata lagi. “Sepet.”

Kontan saja aku melotot dan menegakkan tubuh. Menatapnya engga percaya. Siapa itu yang dibilangnya sepet? Aku? AKU?!

“Maksud kamu, aku sepet? Gitu?” Tanyaku dengan nada nyolot. Lagian, engga ada hujan atau angin topan, tiba-tiba ngajak berantem. Dia menatapku dengan wajah datar. Aku tahu, wajahku memang sepet untuk dilihat, tapi ya engga usah lugas begitu bilang di depanku langsung. Apalagi dia yang berkata begitu, rasannya tuh nyele—

to be young and in love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang