ini keenam

40.2K 4.1K 48
                                    

Kamu tahu enaknya olahraga di pagi hari? Biar aku jabarkan. Satu, kamu masih segar bugar. Kedua, kamu sudah siap pakai baju olahraga dari rumah, jadi engga ada tuh acara ribetin diri sendiri buat ganti baju lagi. Ketiga, ini yang paling penting, engga akan panas-panasan! Secara masih pagi, matahari belum terik-teriknya.

"Hari ini ngapain?" Tanyaku pada Jeno yang sehabis pergi menyusul Pak Erfi di kantor. By the way, Pak Erfi guru olahraga kelas 11.

"Basket katanya. Mau belajar dribbel sama apaan gitu, lupa gue."

Aku hanya mengangguk-angguk.

"Lo jadwal piket hari ini kan, Rum? Sana ambil bola basketnya di ruang olahraga. Nih kuncinya."

"Dih, bukan ya. Gue besok piketnya. Si Joan noh yang piket hari ini."

Jeno lalu mengedarkan pandangannya, "Mana si Joan?"

Aku mengangkat bahu. "Belom dateng."

Sudah pasti telat. Kerjaannya setiap pagi. Telat. Entah apa yang dilakukannya setiap pagi di rumah yang menyebabkan dia selalu telat datang ke sekolah, yang mengharuskannya untuk menyiram tanaman sepenjuru sekolah sebagai hukumannya.

Aku tadinya berpikir kalau dia membantu Ibunya dengan mengurus dua adik kembarnya yang masih SD, tapi ternyata aku salah. Dulu saat aku memutuskan untuk menginap di rumahnya untuk mengerjakan PR bersama, dia malahan memaksaku untuk marathon menonton drama Korea hingga pukul satu malam! Alhasil, bisa ditebak, karena telat bangun, aku terlambat.

"Pemanasan dulu, lari keliling lapangan lima kali aja," kata Jeno memberi kami instruksi yang selanjutnya dilakukan oleh aku serta teman-teman.

"Kelas 12 IPS 2 kok belum ke lapangan ya?" Tanya Cika yang lari di depanku ke pada Sintia.

"Emang kenapa?"

Kulihat Cika menoleh ke Sintia. "Masa lo engga tahu sih. Itu kan kelasnya Kak Para."

"Beloman kali."

Selanjutnya mereka kembali fokus berlari. Aku yang sudah kehabisan napas, dan kepayahan, bergerak ke samping dan duduk. Sudah lima kali. Saat kuedarkan pandangan, kulihat Joan datang terburu-buru dari pintu masuk lapangan. Aku melambaikan tangan padanya.

Joan mendekat, dan ketika sudah berdiri di sampingku, dia berkata, "Nitip HP. Gue lari dulu."

"Eh, Rumi," panggil seseorang dari arah sampingku. Ketika aku menoleh, aku mendapati Cika dan Sintia mendekatiku.

"Hari ini, beruntung banget ya kita. Bisa olahraga samping-sampingan sama kelasnya Kak Para," celetuknya sambil duduk di sampingku.

Aku engga menjawab. Bingung juga mau jawab apa. Mengiyakan tapi engga tau untungnya dimana, menolak juga aku engga merasa dirugikan.

"Biasanya kan kita di lapangan utama terus. Udah becek, panas lagi. Untung banget kita hari ini. Di lapangan indoor begini, bisa sekalian liat Kak Para lagi. Iya kan Sin?"

Kulihat Sintia mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku mengendikkan bahu. Kulihat Joan sudah menyelesaikan larinya, bersamaan dengan Jeno yang meniup peluitnya, meminta kami untuk berkumpul di tengah lapangan. Aku lalu bangkit, meletakkan barang-barangku di pinggir lapangan, dan mendekat ke arah Jeno.

"Ayo, baris-baris! Jadi lima baris ya, soalnya bola basketnya ada lima doang. Nih pegang sama orang paling depan barisan. Terus lo pada dribbel bolak-balik, sampai sini lagi, kasih bolanya ke orang belakang lo."

Mendengar intruksinya, kami lalu bergerak menjadi lima baris. Sintia dan Cika menempati baris pertama, sedangkan aku baris kedua di belakang Sintia, dengan Joan di sampingku.

to be young and in love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang