update buat nemenin libur kamu😘 tp besok engga ada update lanjutan hahaha😋
"Pagi, Bu," kataku begitu turun dari kamar. Aku mengucek mataku yang rasanya sepet banget. Melihat Bu Dewinta sedang repot di dapur. Aku mengendikkan bahu. Bukannya membantu, aku justru berjalan ke ruang tamu. Duduk di sana dan nonton tv, gosip maksudku. Biar kuberi tahu, Rabu ini aku akhirnya bisa bernapas sebentar di sela-sela hari-hari laknat. Yup. Tanggal merah. Aku berbaring di sofa menghadap layar televisi. Menonton pemberitaan mengenai salah satu aktris yang terkena skandal.
"Heh," kata Mas Danu sambil menendang tungkai kakiku yang memang menjulur ke lantai. Aku meliriknya datar.
"Mandi. Bau jigong."
"Hm," gumamku malas. Aku engga mengharapkan hari liburku diganggu, dan jadi engga tentram. Tapi bukannya pergi kemana gitu, Mas Danu malah bersedekap dan masih asik menendangi kakiku.
"IHHH. BU! Mas Danu nih ih!" Kataku sebal sambil menarik kakiku.
"Danu? Katanya mau pergi?" Teriak Bu Dewinta dari arah dapur.
"Iya. Ini mau pergi. Liat bagong lagi tiduran dulu," sahut Mas Danu. Aku meliriknya sebal. Mampus. Hari libur masih ngantor juga kan? Sukurin.
"Apa liat-liat?"
"Dih. Sok ganteng," kataku. Aku lalu menggulirkan saluran ke berita gosip lain.
"Bukannya nonton yang bermanfaat. Malah nontonin sampah," kata Mas Danu sambil pergi setelah menjitakku (kebiasaan!). Huh tapi akhirnya deh! Tapi baru sampai pintu rumah, Mas Danu berbalik cepat dan mematikan televisi.
"MAS DANUUUUUU. IH," kataku jengkel. Ya walaupun ada remote tv (tinggal dipencet, engga usah berjalan dikit hanya untuk menyalakannya) tapi bawaannya sebal aja. Aku meruntuki Mas Danu.
"Kenapa lagi?" Kata Bu Dewinta.
"Mas Danu nyebeliiiiin," sahutku.
Bu Dewinta hanya memutar bola mata. "Ayo sarapan."
Aku melirik jam di dinding. Sembilan kurang sepuluh menit. Hari libur begini tuh, aku akhirnya terbebas dari tugas membeli sarapan karena ya ... apalagi kalau bukan Bu Dewinta memasak sendiri. Dengan khitmat tanpa diburu-buru waktu. Sesampainya di meja makan, aku menggeret kursi. Melihat sarapan yang dibuat Bu Dewinta. Nasi hangat, oseng ketimun, tempe goreng dan segelas teh hangat. Hm. Enak.
"Mbak Ria jadi ke sini?" Tanyaku di sela suapan. Mbak Ria itu sepupuku. Anak dari Budheku (kakak Bu Dewinta).
Bu Dewinta mengangguk. "Iya. Harusnya sih jam sembilan sampai sini."
Aku mengangguk. Ini belum jam sembilan. Hampir sih. Lima menit lagi. Kalau kamu penasaran, Mbak Ria itu tinggal di Semarang. Dia ada penugasan gitu di sini. Jadilah ya dibanding ngekos (sayang uang!), Bu Dewinta menguruhnya menginap di rumah kami.
"Sama Bimbo juga?" Kataku girang. Gimana ya, Bimbo alias Bimano, anak Mbak Ria slash keponakanku juga ikut! Hihi. Aku gemes banget sama anak itu. Habisnya lucu, gendut. Pengin aku gigit.
"Iya dong. Emangnya Bimbo mau dititipin ke siapa kalau engga ikut Ria?"
TING TONG
TING TONG
"Itu kayaknya Mbak Ria!" Kataku sambil berdiri. "Aku yang buka."
Aku melangkah riang menuju pintu. Bersiap memberikan kecupan gemas pada Bimbo. Ketika membuka pintu rumah, aku tersenyum lebar. "Hi, Bim ... bo."
Tapi, ternyata itu bukan Bimbo ataupun Mbak Ria. Itu ... yang menekan bel rumahku adalah Para. Aku menghapus senyum lebarku. Menatapnya datar. Aku bahkan lupa kalau aku masih mengenakan piaya, rambut seperti singa, dan belum mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
to be young and in love [end]
Novela JuvenilCoba sekarang bayangkan. Kamu hidup sebagai cewek yang biasa aja. Bener-bener biasa aja, sumpah. Tugasmu simpel, cuma menarasikan opera sabun yang terjadi di kantin SMA Tribuwana. Dibintangi, Nirisha Moora, cewek yang cakepnya abis-abisan sampai bis...