Para bilang, dia memakainya. Tapi aku engga mempercayainya. Dia meyakinkanku, ribuan kali bahwa dia memakai pengaman. Tapi aku tetap cemas. Bukankah pengaman pun juga buatan manusia yang bisa saja tidak 100% menjamin bisa mencegah kehamilan? Bahkan di pencarian pun, kondom hanya mencegah 98% nya, lalu bukankah itu artinya mungkin saja 2% nya berarti kondom tidak seampuh itu? Aku mengamati perutku yang terlapis seragam sekolah di kaca. Melihatnya serta membayangkan, apakah nantinya perutku akan semakin membesar? Hingga akhirnya seragam sekolahnya ini tidak muat, dan memaksaku untuk melepaskannya dan menggantinya dengan baju hamil? Sekaligus memaksaku untuk melepaskan pendidikanku, dan membuatku merawat bayi—yang sejujurnya tidak aku inginkan.
Aku menghela napas, sebelum akhirnya mengalihkan perhatian. Mengambil tas sekolahku dan pergi ke sekolah. Meskipun, ada berbagai perlombaan ataupun celotehan engga masuk akal Joan, itu tidak membuat diriku menjadi tenang dan tidak cemas lagi. Aku bahkan dengan setengah hati mengikuti sahabatku ini, dari kantin, ke lapangan outdoor, lapangan indoor, hall sekolah, dan sebagainya. Menyahutinya dengan setengah-setengah. Tak jarang, obrolan kami tampak tidak menyambung karena diriku yang selalu kedapatan terbengong.
“Lu kenapa sih, nyet?” Tanya Joan pada akhirnya ketika melihatku lesu, tidak bertenaga. Tidak mendapati sahutanku, Joan kembali bertanya, “Menstruasi lu?”
Aku mengerjap dan menegakkan tubuh mendengar kata itu. Menstruasi. Bergegas aku mengecek tanggal. 14. Sudah lewat dari jadwalku yang biasanya. Lewat tiga hari. Aku memejamkan mata. Membayangkan kemungkinan terburuk yang sudah ada di depan mata.
“Kenapa sih lu?”
Aku membuka mata, dan menoleh ke Joan. Aku lantas berkata, “Gue ke Para ya Jo?”
Joan menatapku dengan mata menelisiknya, sebelum berkata, “Oalah. Bilang dong kalo dari tadi lemes gara-gara engga ada Kak Para.”
Aku tersenyum garing. Engga menyahuti atau bahkan menyetujui ucapannya. Aku melambai ke arahnya, dan pergi ke kelas Para. Mendapatinya sedang berkumpul dan tertawa dengan kawan-kawannya. Sesekali menuliskan sesuatu di buku—seperti membahas soal. Melihatku berdiri di depan kelasnya, Para mendekat. Wajahnya nampak khawatir, mungkin karena satu kalipun aku engga pernah menghampirinya di kelas seorang diri.
“Kenapa?” Tanyanya. Aku mengabaikan pertanyaannya itu. Menarik tangannya dengan tergesa-gesa ke arah toilet kelas 12. Masuk ke dalamnya. Mengecek biliknya satu per satu untuk memastikan tidak ada orang di dalamnya. Setelah mengunci pintu kamar mandi, aku berbalik badan, menghadapnya dengan mataku yang sudah memerah.
“Aku belum menstruasi!” Kataku setengah menjerit. Aku menatapnya dengan beribu pikiran buruk saling berkecamuk. Rasa marah, takut, dan khawatir semakin pekat mengganduliku. Mataku sudah berkaca-kaca. Bahkan sosoknya di depanku menjadi kabur karenanya. Para yang mungkin juga terkejut, masih terdiam, akhirnya menghentikanku. Kedua tangannya di bahuku, menghentikanku. Aku kembali menatapnya. Air mata sudah turun, mengalir ke pipi. “Gimana kalau a—ku ha—mil?”
Para memelukku. Dia berkata, “Tenang, Rumi. Aku pakai pengaman waktu itu. Aku juga engga keluar di dalam. Kamu engga akan hamil.”
Aku melepaskan pelukannya. Mendorongnya dengan kencang, sebelum menjerit. “TAPI AKU BELUM MENSTRUASI, PARA!” Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Tak tanggung-tanggung, air mata satu per satu jatuh, tak mau kalah membuat aliran di pipiku. Para hanya berdiri di depanku, melihatku sesenggukkan. Dia tidak berbicara sepatah kata pun lagi. Aku pun tidak ingin mendengar suaranya. Kepalaku rasa-rasanya ingin pecah, memikirkan berbagai hal.
“Kamu enak, masih bisa sekolah, kerja, engga hamil, engga nanggung malu. Gimana sama aku? Aku harus hamil, drop out sekolah, engga kuliah. Harus momong bayi yang aku engga ingin! Jawab, Para! Aku harap bagaimana?” Tanyaku sambil meremas seragamnya, menjadi kusut masai. Aku menatapnya dengan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
to be young and in love [end]
Ficção AdolescenteCoba sekarang bayangkan. Kamu hidup sebagai cewek yang biasa aja. Bener-bener biasa aja, sumpah. Tugasmu simpel, cuma menarasikan opera sabun yang terjadi di kantin SMA Tribuwana. Dibintangi, Nirisha Moora, cewek yang cakepnya abis-abisan sampai bis...