ini kesebelas

34.8K 4K 160
                                    

TING!

TING!

TING!

bhadraprsra: Berhenti.

bhadraprsra: Tunggu di sana.

bhadraprsra: Suruh temanmu pergi.

Gimana? Gimana?

Aku mengernyit. Memandang bingung layar ponselku. Ini orang kenapa deh? Aneh banget. Aku lalu mengedarkan pandangan ke segala arah bermaksud melihat apakah seorang Bhadra Parasara sedang menguntitku hingga tahu keadaanku saat ini. Nihil. Di depanku hanya ada Cika yang sedang menatapku jenuh.

Aku lalu menoleh ke belakangku. Menatap ke arah tempat toilet angker yang dilingkupi hutan mini milik sekolah berada. Meski aku engga terlalu yakin, tapi aku melihat bayangan seseorang. Aku menyipitkan mata, menajamkan pandangan, dan di sana kulihat orang yang mengirimiku pesan sedang berdiri di belakang toilet itu, di bawah pohon beringin yang besar, dan... sedang merokok! Satu tangannya memegang ponsel, sedangkan tangan lainnya memegang rokok yang masih terselip di bibirnya. Aku menatap engga percaya.

TING!

Aku menundukkan kepalaku, menatap lagi ke arah ponselku yang menampilkan pesan baru dari Para.

Bhadraprsra: Suruh temanmu pergi. Lalu, kamu ke sini.

Dih. Siapa lo, Mas? Nyuruh-nyuruh? Lagian bego amat emang gue, nyusul ke sarang orang cabul?

"Rum, kenapa deh? Ayok, mau jam Bu Fian nih. Buru."

Aku menoleh ke Cika. Menatapnya sebentar, sebelum memandang lagi ke arah Para yang sekarang engga kulihat lagi tubuhnya. Aku mengangkat bahuku. Mungkin dia juga sudah kembali ke kelasnya. Bodo deh.

"Ayo deh."

Aku lalu melangkah kembali. Sebelum lagi-lagi berhenti karena ponselku berdenting untuk yang kesekian kalinya.

TING!

Aku mendengus kesal. Mengambil ponselku kasar, dan melihat satu pesan baru dari dia.

Bhadraprsra: Oke.

Apalagi itu maksudnya? Oke? Maksudnya, dia 'oke' aku engga mendekat ke arahnya dan memilih balik ke kelas? Engga mau pusing memikirkannya, aku lalu mengajak Cika untuk kembali ke kelas kami.

***

"Kata Cika, lu tadi ke kelasnya Para ya, nyet?"

Aku mengangkat kepalaku. Menatap Joan yang sedang mengemil mendoan Bu Karti.

"Hm."

Kembali menunduk, dan berkutat dengan semangkuk seblak ceker yang enaknya keterlaluan. Belum kalau makannya ditambah nasi. Surga bangeeet! Kalian harus coba. Khususnya buat anak yang merantau, dan sendirian. Kombinasi tersebut bikin kenyang seharian. Percaya deh sama aku.

"Ketemu... hm, itu ... engga?"

Aku melirik Joan. "Siapa? Ngomong yang jelas doong."

Joan meringis.

"Para?" Tebakku. "Engga ada. Tuh si Cika aja ngedumel mulu engga ada Para di kelasnya."

"Bukan."

Aku mengerutkan dahiku. "Emang lo kenal siapa lagi dari IPS 2 kalau bukan Para doang?"

"Adalah, tapi mesti lu engga kenal sih."

"Ya emang," akuku.

Beneran deh, aku itu engga terlalu kenal senior-seniorku. Tahu juga cuma nama doang. Contohnya ya Nirisha, Para, Wildan gitu-gitu. Pokoknya kenal yang memang terkenal doang. Engga kaya temen kelasku yang namanya Kiran, dia itu social butterfly, setiap senior lewat disapa mulu. Lagian dia kan juga ikut organisasi musik (bye the way, ekskul ini jadi ekstrakulikuler yang tempatnya anak-anak terkenal deh, selain basket dan PKS tentunya). Jadi, ya engga heran sih sama Kiran.

to be young and in love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang