ini ketujuh belas

32.8K 4.1K 249
                                    

Aduh! Bagaimana ini? Masa aku harus kembali ke sekolah sih? Males bangeeet! Atau besok (Sabtu) aja? Ada satpam sih, tapi bawaannya mager aja. Masa hari libur aku harus pergi ke sekolah juga sih. Setelah menimbang-nimbang, aku akhirnya memutuskan untuk mengambil jaket Para hari Senin saja. Dicuci dulu, baru dikembalikan ke yang punya (Selasa). Bodo amat. Yang penting waktu aku kembalikan, sudah bersih dan wangi. Selain itu, aku bisa menjamin kalau kolong mejaku itu bebas dari sampah satupun (Jadi, jaket itu engga terkontaminasi). Beda banget sama kolong mejanya Joan, yang hueeeek, joroooook abis!

Jadi, pernah dia dibekali Ibunya nasi, dimakan tuh walaupun setengah doang, terus setengahnya ditaruh di kolong, dan kelupaan sampai dua hari ... Sabtu, Minggu. Waktu ketahuan, kelas sudah bau banget, belum kolong meja Joan yang banyak belatungnya! Huek. Aku kalau ingat, bawaannya pengen muntah. Cika aja sampai pingsan. Kejadiaanya waktu kelas sepuluh tuh. Aku yang duduk di sebelahnya waktu itu ... menyerah. Akhirnya memilih pindah dan duduk sama Dinda, tapi cuma bertahan seminggu doang sih karena engga sefrekuensi. Aku ya... akhirnya duduk lagi sama Joan, dengan ancaman dia harus membersihkan lacinya setiap hari (omdo sih). FYI aja, waktu kejadian, Joan diamuk sekelas, belum sama Bu Tanti (wali kelasku saat itu). Sejak itu, Joan engga pernah bawa bekal dari rumah. Kapok.

Skip. Kok aku jadi bahas ke mana-mana sih. Oke.

Jadi, 'rencananya' sih maunya begitu aja. Tapiiiii, Sabtu pagi, waktu aku baru bangun, tepatnya jam sembilan, sedang terlentang dan berguling ke sana ke mari di atas kasur. Ponselku berbunyi. Ada DM masuk dari ... Para, dan isinya bikin aku pengen menyembur mukanya itu pakai air zam-zam biar tobat. Aku kira dia spesialis perbuatan persenonohan, tetapi ternyata dia juga pemaksa dan seenaknya!

bhadraprsra: Antar jaketku sekarang ke alamat ini. (Di bawahnya Para mengirimkan lokasinya).

IH! Niatnyakan mau leha-leha seharian sampai besok, ini kok jadi begini sih? Engga terima disuruh-suruh seenaknya, aku membalas pesannya itu (untuk yang pertama kalinya).

rumiprabandani

besok. gue sibuk.

Bohong banget emang. Tapi biar deh, males banget soalnya. Aku lalu menunggu beberapa menit. Menanti balasannya. Tapi, Para engga kunjung membalas, hanya dibaca. Keterangannya juga berubah menjadi aktif beberapa menit yang lalu. Well, itu tandanya dia setujukan? Udahlah! Bodo amat. Aku bilang besok ya besok.

Tunggu.

Kalau aku balikinnya besok, berarti hari ini aku harus ke sekolah buat ambil dong? Atau minta jasa layanan aja? Ah. Mahal tapi. Minta anter Mas Danu aja deh (by the way, dia sudah pulang dari Bogor).

Aku yang memang dasarnya engga pernah pergi—hanya mendekam di rumah setiap weekend, kaget saat datang ke sekolah dan mendapati banyak anak-anak. Aku heran kok masih ada yang mau datang ke sekolah padahal hari libur begini. Sebegitu cintanyakah mereka pada SMA Tribuwana? Aku menggeleng, menghiraukan mereka yang kebayakan semangat hidup itu. Bergegas menuju kelas dan mengambil jaket Para, memasukkannya ke dalam goodie bag yang kubawa. Setelahnya kembali ke mobil Mas Danu yang terparkir di luar pagar sekolah (dia sempet ngomel karena harus mengantarku, padahal baru pulang). Begitu sampai di rumah, aku langsung mencucinya, dan menyemperot minyak wangiku saat sudah kering, agar bau wangi aja gitu.

***

Rumah Para ternyata engga terlalu jauh dari rumahku, masih searah. Aku mengamati halaman depannya yang tampak asri. Berbanding terbalik dengan rumah lainnya yang menonjolkan kemegahan dengan pilar-pilar besar menjulang, belum patung-patung pembawa air mancur, rumah Para ini terlihat lebih... sederhana tetapi elegan. Rumahnya dua tingkat, dengan dominasi antara kayu dan tembok. Begitu memasuki pagar berwarna hitam, aku menemukan halaman mini di depan rumah berisi rumput Jepang, dan macam-macam tanaman (sepertinya Ibunya Para suka berkebun), begitupun pagar rumah yang dirambati tanaman. Saat menoleh ke kiri, aku mendapati carpot mobil, dan mendapati motor besar Para di sana. Aku lalu menekan bel yang terpasang di dekat pintu. Menekannya beberapa kali, hingga akhirnya pintu itu terbuka oleh seorang wanita paruh baya. Ibunyakah?

to be young and in love [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang