21 Aku Bukan Pembantu

753 30 0
                                    

Sudah 3 hari ini Tiara tinggal di rumah orangtuanya. Ia menjalani hari-harinya seperti biasa, meski tanpa Haris yang selalu di rumah. Meskipun Haris sendiri sangat jarang menyapanya apalagi menganggapnya.

Saat ini Tiara tengah tidur siang karena ia sudah lelah bekerja seharian membersihkan rumah milik orangtuanya yang semakin hari semakin tidak terawat.

Tiara heran? Mengapa saat dirinya datang ke rumah orangtuanya dulu, rumah ini tampak bersih. Namun, saat ia beekunjung untuk menginap di rumah orang tuanya, rumahnya tampak tak terawat. Terlihat dari luar rumah.

Saat tidur Tiara hampir terlelap, tiba-tiba tangan Tiara ditarik paksa oleh Mamahnya Sarah. Sedangkan Tiara, gadis itu hanya menurut saja saat tangannya ditarik oleh Sarah.

Setibanya mereka berdua di dapur. Sarah kemudian menghempaskan tangan Tiara dengan kasar hingga membuat Tiara terperangah.

"Mah ... Mama kenapa? Kok tangan Tiara ditarik, Mah?" tanya Tiara dengan memegang lengannya.

"Nggak usah banyak tanyak! Kamu, cepat masak! Mamah lapar!" bentak Sarah dengan melototkan matanya.

"Tapi Mah, bahan-bahannya nggak ada. Lalu Tiara harus gimana, Ma?" tanya Tiara saat ia telah membuka lemari pendingin.

Mendengar itu Sarah pun marah pada Tiara. Karena kemarahan menguasainya, Sarah pun menjambak rambut Tiara hingga Tiara meringis kesakitan menahan kesakitan.

"Argh ... sakit Mah ...!" rintih Tiara.

"Kamu ini Tiara, selalu bisanya nggak ngertiin orang tuamu! Kamu buat ke' apa aja yang penting Mama sama Kakakmu bisa makan!"

Mendengar kata-kata Sarah, Tiara menatap Sarah dengan tatapan yang berkaca-kaca.

"Tapi Mah, di lemari kulkas memang nggak ada apa-apa," ujar Tiara memberitahu. Lalu iapun teringat dengan pemberian Haris beberapa minggu lalu.

"Oh iya Mah ... Mamah, 'kan dulu bukannya dikasih uang sama suami Tiara? Lalu kemana uang itu?" tanya Tiara bingung.

Sedangkan Sarah hanya diam tak menjawab. "Agrrhh ... banyak omong! Cepat masakin Mamah makanan, Tiara!" perintah Sarah dengan nada tingginya.

"Kenapa Mah, kenapa? Aku tanya, kemana uang yang suamiku berikan pada Mamah?! Jawab Mah!" sentak Tiara.

"Nggak usah banyak omong kamu, Tiara! Berani-beraninya kamu ngomong gitu sama Mamahmu sendiri?" ujar Sarah marah.

"Tapi, aku benar, 'kan Mah? Namah pasti habisin uang itu, 'kan? Ingat Mah, sekarang hidup kita bukan kayaj dulu lagi, Mah. Hidup kita sudah berubah," ujar Tiara dengan derai air matanya.

"Akhh banyak omong kamu! Ingat Tiara, mana janji kamu yang akan memberikan Mamah uang setiap bulan? Mana huh?! Bahkan sampai saat ini pun, kamu nggak pernah ngasih Mamah uang!" bentak Sarah hingga kini Tiara menangis.

"Nggak usah cengeng. Sekarang kamu pergi ke pasar, beli bahan-bahan pokok dan kebutuhan dapur," ujar Sarah dengan melenggang pergi dari hadapan Tiara.

"Uangnya mana, Mah?" tanya Tiara dengan tangisannya.

Tak lama Sarah pun membalikan badannya menghadap Tiara. Lalu tersenyum sinis.

"Ya pakailah uangmu. Kamu, 'kan anakku. Otomatis uang yang kamu punya juga milikku, Tiara. Ingat itu!"

Mendengar kata-kata Sarah, Tiara pun mulai mengusap air matanya dan ia hanya bisa mengelus dadanya agar selalu diberi kesabaran.

*******

Sesaat sesudah pertengkarannya dengan Sarah, Tiara memilih untuk membelikan Sarah dan Safira nasi warteg yang terletak disebelah gang rumahnya.

Setelah membeli nasi warteg dan lauk-pauknya, Tiara kemudian kembali ke rumah dengan menenteng sebuah kantong plastik yang berisi makanan.

Saat memasuki rumah, Tiara melihat Sarah dan Safira yang tengah menunggunya di ruang meja makan. Dengan cepat Tiara memberikan kantung plastik tersebut kearah Sarah.

"Mah, ini makanannya," ujar Tiara pelan.

Lalu Sarah pun mengambilnya dengan kasar dari tangan Tiara. "Dasar lambat! Beli ginian aja kamu lambat, apalagi Mama suruh yang lain!" bentak Sarah pada Tiara.

Sedangkan Tiara hanya diam tak menjawab ucapan dari Sarah. Lalu Tiara pun lebih memilih untuk pergi ke kamarnya. Namun, saat akan ke kamarnya, tiba-tiba Sarah berucap hingga langkah Tiara terhenti.

"Tunggu!" seru Sarah.

"Ada apa Ma?" tanya Tiara heran.

"Kamu, 'kan nggak ada kerjaan tuh. Lebih baik kamu cucikan baju Mama dan baju Safira. Setelah itu kamu juga tolong cucikan piring yang ada di wastafel," ujar Sarah

Mendengar Sarah mulai memerintahkannya lagi membuat Tiara ingin rasanya marah pada Sarah yang seenaknya menyuruhnya untuk melakukan pekerjaan rumah.

Sungguh Tiara sangat lelah. Ia ingin sekali beristirahat untuk menghilangkan rasa lelahnya. Namun, lagi-lagi Sarah menyuruhnya untuk melakukan pekerjaan rumah.

Sungguh Tiara sangat lelah. Ia ingin sekali beristirahat untuk menghilangkan rasa lelahnya. Namun, lagi-lagi Sarah menyuruhnya untuk melakukan pekerjaan rumah.

"Maaf Ma, Tiara nggak mau. Tiara lelah sekali Ma," ujar Tiara merengek kearah Sarah yang melotot kearahnya.

"Berani ya kamu ngebantah?! Cepat pergi dan kerjakan pekerjaanmu!" titah Sarah dengan nada membentak.

"Mama, 'kan tau. Disini bukan ada Tiara saja, namun Kak Safira juga, Ma! Lalu kenapa Mama hanya menyuruh Tiara saja? Kenapa nggak Kak Safira juga?" tanya Tiara kesal karena Sarah lebih menyayangi Kakaknya ketibang dirinya.

Mendengar suaranya dibawa-bawa, Safira marah pada Tiara. Lalu tanpa basa-basi Safira berjalan kearah Tiara lalu menampar pipi Tiara hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah.

Plak!

Suara tamparan menggema diseluruh ruangan yang hening. "Heh ... berani-beraninya kamu menyuruhku mengerjakan pekerjaan rumah?! Kamu nggak lihat, siapa kamu sebenarnya hah? Yang harus menyuruhku mengerjakan pekerjaan tak guna itu?!" bentak Safira dengan menjambak rambut Tiara.

"Akhh sakit, Kak. Tolong lepaskan!" rintihan mulai keluar dari mulut Tiara.

"Makanya kalau disuruh itu cepat laksanakan! Jangan hanya membantah taunya! Cepat, kerjakan!" titah Safira dengan mendorong tubuh Tiara kearah dapur.

Setelah itu Safira pun pergi dari dapur dan pergi ke meja makan dimana Sarah menunggunya dengan tersenyum.

"Bagaimana Sayang? Apa anak itu sudah melakukan pekerjaannya?" tanya Sarah seraya menuangkan air ke dalam gelas.

Safira pun ikut duduk disamping Sarah. "Sudah Ma. Aku merasa puas sekali menyiksa Tiara," ujar Safira dengan tersenyum sinis.

"Sama. Mama juga sangat senang jika anak itu menderita. Apalagi karena kita," ujar Sarah dengan tertawa.

Sementara itu Tiara tengah melakukan pekerjaannya dengan air mata yang berlinang membasahi matanya. Dengan sepenuh hati Tiara tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang anak. Meskipun ia tau bahwa Sarah tak begitu menyayanginya.

Ia merasa bingung pada Sarah, mengapa ia memperlakukannya dengan kasar? Apa salahnya, hingga ia terus-menerus mendapat perlakuan buruk dari Sarah dan Safira? Entahlah ia tidak tau apa yang terjadi.

***********

Bersambung.

Jangan lupa vote dan komennya ya.

Oh iya gimana tanggapan kalian dengan part ini? Kuy dikomen supaya author tau.

DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang