PART 5

31.8K 2.8K 87
                                    

Rumah Keluarga Rafardhan

Jam 19.00

"Assalaamu'alaikum."

Sabira mengetuk pintu dan masuk ke rumah melalui ruang tamu. Dia selalu membawa kunci duplikat, karena seringkali pulang malam selepas jaga di rumah sakit.

Sebenarnya Sabira tidak terlalu suka dengan rumah orangtuanya, setelah direnovasi. Rumah yang sekarang terlihat luas. Bahkan kalau halaman belakang hendak jadi lapangan bola itu juga bisa.

Tapi suasana sepi, terkadang membuatnya bersedih. Kelak kalau dia menikah, rumah Mama dan Papa akan terasa lebih sepi. Hanya kedua orangtuanya yang akan menghabiskan waktu bersama.

Ditemani Pak Banu, tukang kebun dan istrinya Bi Isah yang menginap di rumah. Suami Kak Salma membuatkan kamar terpisah di belakang rumah. Menurut Sabira, itu lebih mirip rumah kontrakan satu petak. Tapi suasananya nyaman.

Pak Banu dan Bibi sepertinya betah. Mereka bahkan pulang kampung hanya setahun sekali saat hari raya. Selebihnya mereka menghabiskan waktu di 'rumah orangtua' Sabira.

Tidak terdengar suara Mama dan Papa membalas salam. Mungkin suara Sabira terlalu kecil. Begitu melangkah masuk ke ruang tamu, dia bisa mendengar suara sendok garpu di ruang makan.

"Baru pulang?" Mama bertanya, melihat Sabira muncul di ruang makan.

Mama dan Papa rupanya sedang makan malam berdua.

"Iya, Ma. Tadi shalat Maghrib dulu di rumah sakit."

"Mandi dulu, Ra. Ganti pakaian. Kabar Tante Davina, bagaimana? Apa sudah sadar?"

Sabira masih menjaga jarak, karena sadar kedua orangtuanya masuk usia lanjut. Sementara dia juga baru pulang jaga.

"Info dari teman yang jaga di ICCU, Tante Davina sudah sadar dan kondisinya stabil. Rara mandi dulu, Ma."

Rara adalah nama panggilan Sabira sejak kecil, hingga sekarang.

"Kak Salma tadi sore kesini, bawakan otak-otak bandeng kesukaan Rara. Ada di kulkas. Yang suka makanan itu, 'kan cuma Rara. Mama dan Papa nggak doyan. Kalau mau, goreng sendiri ya. Hari ini Mama masak gurame goreng sama sayur asam."

"Iya Ma, terima kasih."

Sabira lanjut berjalan ke kamar dan mengambil handuk di lemari baju.

Gurame goreng adalah masakan kesukaan Kak Salma. Wajar Mama memasak, karena tahu kakak akan datang ke rumah.

Kadang Sabira ingin seperti anak orang lain yang saat kelaparan, sudah ada nasi mengepul serta lauk yang siap dimakan.

Atau memang dia yang sudah lelah sampai di rumah dan malas ke dapur. Meskipun hanya sekedar menggoreng lauk.

Sabira menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia melepas hijab dan baju di kamar mandi.

Di bawah air shower, air matanya menitik. Setidaknya tidak ada seorang pun yang tahu dia sedang bersedih.

Hari ini sebenarnya dia letih sekali. Selesai mengurus Mamanya Mas Ghafi, dia mendapat tugas memberi edukasi cuci tangan ke pasien dan lanjut jaga bangsal rawat inap kelas tiga.

Ditambah tadi sore, dia bertemu Mas Ghafi yang sempat membuatnya kesal. Ganteng sih ganteng, tapi kayak gunung es. Kalau Sabira ketemu lelaki tipe seperti itu, jiwa juteknya langsung membara.

Ternyata kekesalan Sabira tidak berhenti sampai disitu. Sesaat setelah dia sampai di depan pagar rumah, ada pesan masuk ke ponsel miliknya.

Zeta.

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang