Apartemen Emerald
Jam 20.00
Cuti menikah untuk Ghafi dan Sabira, telah usai. Resepsi pernikahan keduanya berlangsung dengan khidmat dan meriah. Kini mereka tengah menikmati kebersamaan sebagai pasangan suami istri.
Proses adaptasi masih terus mereka lakukan setiap hari. Kehidupan pernikahan bukan melulu tentang yang indah-indah saja. Terkadang perbedaan kebiasaan satu sama lain, juga bisa jadi masalah.
Tapi seperti diciptakan sebagai dua keping puzzle yang saling mengisi satu sama lain, ketika bertengkar justru berakhir dengan tawa dan saling berpelukan antara keduanya.
"Ra, handuk jangan lupa dijemur di balkon. Nanti kalau lembab, malah bau apek."
"Siap, Mas." Sabira bergaya seperti anggota batalion yang memberi hormat pada atasannya.
Ghafi mengacak gemas surai istrinya. Kadang ia suka kesal sendiri dengan kebiasaan Sabira. Setelah mandi, handuk bisa ada dimana-mana. Kalau nggak masih tergantung di kamar mandi, bisa ada di meja rias atau di atas sofa.
"Maaf Mas, Rara lupa jemur di tempatnya."
Drama kekesalan Ghafi setiap hari, selalu berubah menjadi pelukan untuk Sabira.
"Lupa itu cuma beberapa kali. Kalau keseringan itu namanya kebiasaan jelek."
Sabira hanya nyengir mendengar perkataan Mas Ghafi.
"Untung cinta." Ghafi berseloroh dan langsung disambut kerlingan jutek dari istrinya.
"Maksud Mas ngomong gitu, kenapa? Kalau Mas nggak cinta sama Rara, terus Mas nggak mau Rara disini lagi sama Mas?"
Nah, nah kan. Lebih sensi istrinya, ketimbang dirinya sendiri.
"Rara tahu nomor telepon pemadam kebakaran nggak?" Ghafi masih menahan tawa.
Rara menggeleng sambil masih memasang wajah cemberut. Tidak tahan Ghafi melihat bibir istrinya yang mengerucut.
Justru kalau wajah Sabira seperti itu, semakin imut di mata Ghafi.
"Ngapain Mas cari telepon pemadam kebakaran? Rara cuma tahunya 911."
"Mas mau panggil pemadam kebakaran buat padamin hatinya Rara yang lagi marah."
Ghafi mendekat lalu mengalungkan lengannya ke bahu Sabira.
"Iih, receh banget sih Mas. Rara nggak jadi marah, kalau Mas beliin sate Padang."
Dahi Ghafi berkernyit. Ia lalu membalikkan badan istrinya, sehingga mereka berdua saling berhadapan.
"Rara ngidam sate Padang? Sudah isi kali ya Ra, disini?"
Ghafi tersenyum sambil mengusap lembut perut istrinya.
"Mungkin masih proses jadi baby, Mas."
Jawab Sabira dengan wajah polos."Aamiin. Ayo sekarang kita cari sate Padang."
Wajah Sabira seketika berbinar ceria. Ghafi mulai tahu satu hal, kalau lagi ngambek ia akan mengajak Sabira makan diluar. Begitu mudahnya menghibur hati Sabira yang sedih.
Ghafi menggandeng tangan Sabira ke kamar. Ia membuka lemari pakaian dan mengambil jaket kulit miliknya.
"Pakai ini Sayang, biar nggak kedinginan."
"Kita naik motor ya, Mas?"
Ghafi mengangguk.
"Rara nggak apa-apa, 'kan kalau kita naik motor? Bukan motor gede lho. Motor biasa tapi bersejarah buat Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
RomanceKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...