PART 26

24.2K 1.7K 78
                                    


Apartemen Emerald

Suara napas maskulin terdengar halus, meniup kening Sabira. Begitu dia membuka mata, yang tampak hanyalah wajah putih bersih yang sedang terlelap milik suaminya.

Ya Rabb, mengapa Mas Ghafi tetap terlihat tampan meskipun sedang tidur. Sementara baru saja Sabira meraba surainya kusut dan berantakan.

Maklum, dia masih kelelahan setelah acara pernikahan dan semalam menghabiskan waktu bersama sang suami.

Sabira jadi malu karena merasa jelek, sementara suaminya justru terlihat sebaliknya. Wajah Sabira tiba-tiba bersemu merah setelah sadar semalam, untuk pertama kalinya dia melakukan ibadah suami istri.

Mas Ghafi membuat semuanya terasa menyenangkan. Bahkan keduanya sempat bercanda, sebelum kegugupan masing-masing melanda. Dengan penuh sayang, Mas Ghafi mulai mengusap lembut kedua pipi Sabira.

Lalu berlanjut mengecup perlahan kening, hidung lalu bagian paling privasi dari Sabira. Meski pada awalnya dia takut, tapi begitu mendengar do'a yang dilafadzkan Mas Ghafi sebelum memulai ibadah suami istri.

Semua ketakutan Sabira berubah menjadi sebentuk asa. Agar semua yang mereka lakukan semalam, mendapat keberkahan dan ridho dari Allah SWT. Dia berharap pertemuan cintanya dan Mas Ghafi menyemai kehidupan baru di dalam rahimnya.

Alarm dari ponsel milik Sabira, berbunyi. Sudah menjadi kebiasaan, dia menyetel alarm untuk shalat Tahajud. Baru dia hendak menggapai ponsel di samping tempat tidur, kedua mata Mas Ghafi mengerjap beberapa kali menatap ke arah Sabira.

"Morning sunshine."

Mas Ghafi menyapa sambil tersenyum dan kembali mencium kening Sabira.

Dipuji sekalipun dalam kondisi paling buruk rupa dalam hidupnya, Sabira jadi malu.

Sabira hendak duduk sambil menahan sedikit rasa tidak nyaman di dirinya. Tanpa dia duga, Mas Ghafi tetap menahan Sabira agar tetap berada di sisi pria itu.

"Terima kasih Sayang. Maaf semalam Mas lupa mengucapkan terima kasih."

Wajah Sabira merona mendengar ungkapan paling jujur dari suaminya.

Dua orang yang sama-sama merasakan pengalaman pertama, terlihat canggung. Namun mereka tidak perlu berguru pada siapa pun, karena setiap manusia pasti memiliki fitrah alami.

Rasa sayang muncul berkali lipat di hati Ghafi, karena dia mendapatkan Sabira menjaga kehormatannya hanya untuk dirinya.

Ia berusaha melakukan semuanya dengan penuh kelembutan, agar Sabira mengingat malam pertama mereka sebagai memori yang indah.

Bahagianya Ghafi tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Ia sangat menikmati kebersamaan dengan Sabira. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, kelak ia akan menyatu dengan Sabira dalam ikatan pernikahan yang sah di mata agama dan juga negara.

Allah Maha Baik, itu yang berulang kali terucap dalam hati Ghafi. Ia telah memilih untuk menjaga Sabira, seumur hidupnya. Ia telah melihat sisi terlemah dari istrinya dan datang di saat yang tepat untuk melindungi wanita ini.

Kini ia enggan berpisah dengan Sabira. Keduanya seperti sepasang cincin yang seia seikata. Begitu indah dan pas terpasang di jari masing-masing untuk menuliskan kata bahagia di lembaran baru hidup mereka.

Bagi Ghafi, Sabira adalah sumber kebahagiaan hatinya. Untuk pertama kali, Ghafi merasakan jiwanya bahagia, asalkan berdua dengan Sabira. Istrinya menjadi seseorang yang mampu menghadirkan warna-warni cinta dalam hidup Ghafi yang selama ini monoton.

Dia benar-benar mencintai Sabira bukan hanya segi kebutuhan biologis saja. Cintanya lebih dari itu. Di malam pertama pernikahan, keduanya mulai berbagi cerita. Dari masa kecil hingga remaja yang banyak mengurai senyum di antara keduanya.

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang