PART 49

10.9K 1K 120
                                    

Masjid Al-Mu'min

Daffin mengambil air wudhu, disusul oleh Ghafi. Keduanya lalu berjalan masuk ke dalam Masjid dan menunaikan shalat sunnah dua raka'at Tahiyyatul Masjid.

Alvan belum tampak di antara jama'ah yang hadir. Masih ada beberapa menit sebelum iqamah dan tiba-tiba saja Ghafi menarik Daffin pada pertanyaan yang sama.

"Bagaimana perkembanganmu dengan Alana?"

Ghafi adalah orang pertama yang tahu mengenai isi hati Daffin, tanpa sepupunya itu lebih dulu memberitahu.

Sejak kecil, keduanya sangat akrab. Nyaris sulit dibedakan mana saudara kandung dan sepupu. Bahkan kedekatan Ghafi dan Daffin lebih dari kedekatannya dengan Alvian dan Rafka.

"Mendapatkan hati Alana lebih sulit dari yang gue duga, Ghaf. Dia masih menyukai lelaki lain."

"Bang Vian?" Ghafi bertanya santai.

Kedua mata Daffin membola, tidak percaya semudah itu Ghafi bisa menebaknya.

Ah iya, ia lupa dengan keahlian Ghafi yang gemar mencari informasi sampai rasa penasarannya lenyap di perut bumi.

Rasa penasaran akan sosok Sabiralah yang mengantarkan Ghafi pada ketertarikan hingga memutuskan untuk menikah.

"Jangan mudah putus asa, Daf. Jangan jadi pengecut seperti gue dulu. Lo tahu kan, Daf. Tadinya gue adalah lelaki pengecut yang takut berkomitmen untuk menikah. Sampai gue ketemu Sabira dan berharap bisa jadi seseorang yang bisa menjaga dia. Tapi gue pun ditolak, karena Sabira sudah bertahun-tahun menyukai pria lain yang jauh lebih baik dari gue.

Penolakan Sabira mengajarkan gue untuk tidak mudah menyerah dan mengakhiri segala bentuk kepengecutan itu. Seberapa kuat Lo berjuang, pada akhirnya semua harus kembali sama Sang Pemilik Hati. Ketika Lo sedih dan patah, bukan cuma move on yang diperlukan. Bukan hanya semangat untuk bangkit dari putus asa. Tapi Lo juga harus move up. Memperbaiki kualitas diri dan Allah akan berikan jawaban untuk semua do'a."

Kali ini Daffin mengakui, sosok Ghafi yang telah ia kenal belasan tahun, kini telah banyak berubah. Bukan lagi sosok pria ambisius yang gemar hidup mewah dan terjebak dalam limgkaran gaya hidup hedonisme.

Ghafi yang sekarang sudah mulai meninggalkan kebiasaan lamanya. Seajaib itu cinta bisa mengubah kehidupan Ghafi. Di saat satu per satu sentra bisnis sepupunya itu tumbang dan ia menjadi saksi betapa kecewa dan terpuruknya seorang Ghafi. Tapi itu tidak menjadikan sepupunya lemah, Ghafi malah jadi lebih kuat dari yang ia kira.

"Allah sudah memberikan banyak hal yang gue minta, Daf. Jadi nggak ada alasan buat menyalahkan takdir kenapa bisnis gue bisa seperti ini. Gue memang akhirnya mesti menjual aset dan membongkar semua tabungan. Apartemen, mobil-mobil perusahaan juga beberapa investasi tanah yang gue punya.

Semua dijual karena ada banyak orang yang menggantungkan harapan sama gue. Mereka semua karyawan gue yang punya keluarga dan mempensiunkan dini semua, seperti menciptakan kata 'menyerah' atau 'berhenti sampai disini.' Gue nggak mau itu terjadi. Gue mulai dari nol sama mereka dan juga ingin sukses bareng-bareng."

Daffin berusaha memahami perkataan Ghafi, sampai suara iqamah memutus sementara percakapan keduanya.

Alvan yang baru selesai berwudhu, ikut bergabung dalam jama'ah shalat.

***

Jam 16.00

Selesai shalat Ashar berjama'ah, Ghafi mengajak Alvan dan Daffin keluar. Menuju salah satu saung yang di halaman belakang masjid Al-Mu'min.

Sebelum ia menikah dan beberapa kali berkunjung ke rumah Alvan, mereka berdua selalu menghabiskan waktu siang untuk shalat Zhuhur berjama'ah.

Diskusi apa pun, baik itu tentang pekerjaan, kondisi ekonomi sampai urusan politik. Masjid ini menjadi tempat yang sejuk untuk berbagi gagasan dan mencari solusi dari setiap permasalahan.

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang