Rumah keluarga Rahardian
Ghafi mendapat telepon dari rumah sakit. Mama hari ini sudah bisa pindah dari ruang ICCU ke ruang perawatan biasa.
Ia mandi pagi dan segera meluncur ke rumah sakit untuk mengurus kamar rawat inap. Ia ingin mama mendapat perawatan terbaik di ruang VVIP.
Jam 10, bukan jam pagi lagi sebenarnya. Tadi selepas salat Subuh, ia menyempatkan untuk lari pagi keliling komplek.
Biasanya Ghafi selalu berangkat jam delapan pagi ke kantor. Tapi hari ini ia ingin lebih santai. Terlebih sejak semalam ia chat virtual dengan Sabira.
Jangan beritahu siapa-siapa. Sejak Ghafi membaca profil dokter Afif Akhtar, ia tiba-tiba saja jadi rajin shalat Shubuh. Jiwa kompetitifnya seketika langsung bangun seperti macan yang sudah lama tertidur di dalam gua.
Padahal biasanya ia sering kesiangan bangun atau memilih molor hingga jam enam pagi. Ia hanya ingin jadi sosok yang lebih baik dan tidak mau kalah dari lelaki itu. Lelaki yang disukai Sabira.
Entah kenapa Ghafi jadi bersemangat menjalin hubungan baru bersama Sabira. Jiwa petualangnya seolah terhenti oleh mesin waktu dan ingin memulai first chapter dalam buku kehidupannya.
Kemarin siang sebelum menengok Mama, ia menyantap masakan hasil karya Sabira. Tepatnya di tempat parkir depan lobi rumah sakit. Tidak hanya makanan, Sabira juga membawakan tumbler berisi jus campuran wortel dan mangga.
Ghafi jadi tersenyum sendiri mengingatnya. Masakan gadis itu tidak terlalu buruk. Hanya sedikit kurang garam, tapi tidak mengapa. Ghafi sepertinya akan ketagihan menjadi pelanggan tetap.
Kemarin bahkan ia sudah meminta menjadi tester setiap hari Senin dan Kamis. Kata Sabira, dia biasa memasak untuk menu buka puasa.
Apa kata dunia, kalau tahu Ghafi ikut shaum sunnah karena ingin makan masakan buatan Sabira. Hatinya membuncah bahagia hingga ke angkasa. Seolah gumpalan awan di langit saat ini, membentuk tanda 'love.'
Ia malu sebenarnya mengakui. Tapi ia bukan orang yang tidak mengenali tanda-tanda sedang jatuh cinta. Ia sendiri masih bertanya dalam hati. Apa benar secepat ini hatinya berlabuh pada Sabira?
Padahal gadis itu terlalu ordinary, tanpa ia bermaksud membandingkan dengan mantan-mantan kekasihnya. Hal berbeda yang ia rasakan ketika dekat dengan Sabira.
Ia seolah ingin jadi orang baik di mata gadis itu. Padahal Sabira tidak pernah memintanya untuk berubah. Ghafi sendiri yang ingin dan ia memiliki harga diri yang tinggi untuk mengakui hal itu.
Seperti pagi ini, sebelum ia berangkat ke rumah sakit. Ia mengambil air wudhu dan mulai shalat Dhuha. Hanya dua raka'at tapi membentuk kenyamanan baru ketenangan di hatinya.
Jadi ini rupanya yang dirasakan Sabira, setelah salat Dhuha. Ghafi tahu Sabira rajin salat Dhuha dari bibi yang tinggal di rumah orangtua gadis itu.
Sewaktu kemarin ia menunggu di teras depan rumah, bibi keluar membawakan secangkir teh dan segelas air putih. Bibi bercerita Sabira tidak bisa mengantar sendiri karena mau shalat Dhuha dulu.
Malam harinya, mereka melanjutkan komunikasi mengenai perjanjian kerja sama. Ghafi deg-degan setengah mati ketika akhirnya ia dan Sabira bertemu secara virtual.
Curangnya, gadis itu tidak mau open camera. Tapi tidak apa-apa bagi Ghafi. Segala tentang Sabira, ia mencoba memahami. Kalau pada akhirnya ia tidak menemukan calon istri idamannya.
Ia akan menemui orangtua Sabira untuk mengatakan keseriusannya melamar gadis itu. Bukannya Ghafi putus asa, tapi ia hanya terlalu lelah mencari seseorang yang memenuhi kriteria dirinya dan juga Mama.
![](https://img.wattpad.com/cover/278117649-288-k699765.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
RomanceKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...