Rumah keluarga Rahardian
Satu bulan kemudian
Bagaikan tengah bermimpi di siang hari, Sabira tiba-tiba harus terjaga ketika Mama membangunkannya.
"Kenapa Ma? Rara masih mengantuk."
Kepala Sabira tiba-tiba pusing. Ia semalam sama sekali tidak tidur. Ada matanya terpejam sekitar 15 menit di depan komputer bangsal.
Banyak pasien pengawasan dan panggilan kegawatan silih berganti. Ingin rasanya membelah diri, tapi dia tidak sanggup. Alhamdulillah temannya, Dani mau memback-up jaga bangsal.
Dani sedang bertugas di bangsal bedah dan kondisi pasien di sana stabil. Sabira benar-benar berterima kasih pada Dani. Meski ujung-ujungnya tetap saja ia dipalakin.
Dulu sudah pernah beberapa kali Dani minta dibuatkan makan siang oleh Sabira. Sebagai tanda pamrih karena pernah membantu Sabira saat jaga. Tapi berhubung masakan Rara kurang bumbu, setelah itu Dani seperti enggan memintanya lagi.
"Kamu lupa, Ra? Malam ini kita akan diundang makan malam di rumah Tante Davina. Sekaligus syukuran karena Mamanya Mas Ghafi sudah pulang dari rumah sakit dua minggu lalu."
Kedua netra milik Sabira membuka.
"Cepetan mandi. Anak gadis kok bangunnya siang. Tante Fathi sudah datang."
Mama membuka selimut milik Sabira dan berjalan ke jendela, membuka tirai.
"Jam berapa ini Ma? Rara tadi sebelum Shubuh sudah mandi, Ma." Sabira membela diri.
"Ya tapi 'kan habis itu kamu tidur lagi. Sekarang sudah mau jam 10. Bukannya Rara biasa sholat Dhuha? Mama mau luluran dulu sama Tante Fathi. Nanti kamu gantian facial. Mama sudah mengundang Tante Fathi kesini. Biar kamu nanti malam lebih cantik dan fresh."
Sabira masih mengantuk. Sudah satu bulan ini dia dan Mas Ghafi tidak pernah saling menghubungi.
Sesuai perjanjian, mereka memberi ruang dan waktu selama satu bulan untuk mencari calon pasangan masing-masing.
Sabira lupa memberitahu Mas Ghafi kalau dia sudah bertemu Kak Afif. Bahkan mereka berdua sudah bertukar nomor telepon dan Kak Afif mulai sering mengiriminya pesan.
Hari ini Sabira libur setelah semalam dinas di rumah sakit. Namun lelah yang dia rasakan, kini berkurang setelah membaca pesan dari lelaki yang dia sukai.
"Kak Afif:
Assalaamu'alaikum Rara.
Kamu sudah bangun? Jangan lupa sarapan."Gadis itu menscroll room chatnya yang kini didominasi dua nama. Alana dan Kak Afif.
Kalau Mas Ghafi. Bisa dihitung kurang dari lima jari. Sabira masih terus berusaha mencarikan calon istri untuk Mas Ghafi.
Saat ini, hatinya berbunga-bunga karena sepertinya dia tidak bertepuk sebelah tangan.
Setelah bertahun-tahun akhirnya Kak Afif kembali dan mereka jadi dekat lagi seperti dulu. Bedanya kalau dulu Kak Afif seperti menjaga jarak dengannya. Kali ini berbeda.
Bisa dibilang sejak terakhir menelepon satu bulan lalu, mereka saling berbalas pesan. Dari mulai saling mendo'akan hal baik untuk mereka berdua, sampai hal-hal yang sedikit pribadi.
Seperti dua malam lalu, Kak Afif menanyakan apakah ada ikhwan yang sedang proses ta'aruf dengannya. Sabira bingung untuk menjawab.
Jelas dia dan Mas Ghafi tidak ada hubungan apa pun. Tapi masalahnya, orangtua Mas Ghafi sudah menemui orangtua Sabira untuk membicarakan perkenalan kedua putra-putri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
Storie d'amoreKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...