RS Keluarga Medika
Jam 21.00
Alana baru selesai operan jaga siang dengan Rudi, dokter bangsal yang akan jaga shif malam selanjutnya. Dia sudah siap pulang dan mengenakan tas jaga berwarna marun.
Rasa sepi melanda hatinya, terutama setelah Sabira menikah. Dulu mereka bisa bertukar jaga supaya pulang bersama. Sekarang Sabira masih mengambil cuti selama satu bulan.
Bersama Sabira, ia biasa duduk di taman Kolang Kaling untuk sekedar melepas penat atau makan siang berdua. Saat libur jaga akhir pekan setelah gajian, keduanya akan pergi ke toko buku. Melihat-lihat novel terbaru dan meminta pendapat satu sama lain mana yang layak dijadikan koleksi.
Ada hal yang tidak sama sekarang, karena Alana tahu Sabira telah menikah dan memiliki suami yang kini menjadi prioritas dalam hidupnya.
Dia jadi orang pertama yang ikut bahagia ketika Sabira memberitahukan kehamilannya. Rasanya ingin segera menikah dan juga memiliki momongan seperti sahabatnya.
Mengenai keinginan Alana menikah, Sabira beberapa kali menanyakan perasaannya kepada Mas Daffin, saudara sepupu Ghafi.
Mungkin Alana selama ini terlalu naif. Dia masih menutup rapat hatinya untuk satu orang pria. Pria yang mungkin akan sulit dia gapai.
Bang Alvian. Ingatannya masih berkutat pada pria itu. Tidak ada kehidupan seseorang yang sempurna. Bang Vian kini berstatus duda dengan dua anak yang masih balita. Namun Alana justru menemukan sosok kharismatik dan kebapakan dalam diri Alvian.
Demikian juga dengan Alana. Sejak SMA, dia telah menjadi anak yatim piatu. Dia bisa kuliah sampai lulus dari harta warisan orangtuanya. Amanda, kakak sepupunya juga ikut membantu membiayai kuliah Alana.
Langkah Alana tiba-tiba terhenti ketika melangkah keluar lift lantai dasar dan melewati bagian farmasi.
Apakah dia tidak salah lihat?
Itu 'kan, Bang Vian?
Apakah ini pertanda bahwa mereka berjodoh? Ada rona bahagia bersemu di kedua pipi Alana. Baru saja dia memikirkan pria itu, tiba-tiba mereka telah dipertemukan oleh takdir.
Dengan berani Alana menghampiri Alvian.
"Assalaamu'alaikum. Bang Vian, siapa yang sakit? Masih ingat saya? Saya Alana, temannya Rara."
Alvian sudah selesai transaksi dan membawa plastik obat. Pria itu menoleh dan tersenyum ke arah Alana.
Alana terkesima sesaat. Dia mengakui pria di depannya tetap terlihat ganteng meskipun terlihat lelah.
"Oh, Alana ya? Saya baru ambil obat untuk Mama dan Alvaro, anakku yang sulung. Tadi sore Mama kontrol belum sempat ambil obat. Alvaro periksa ke dokter gigi. Giginya ada yang berlubang. Dulu saya yang rajin mengajak Varo dan Vira sikat gigi pagi dan sebelum tidur. Mungkin sekarang mereka sudah jarang melakukannya."
Mendengar nama kedua buah hati Alvian, menyadarkan Alana bahwa dia berada di satu titik dengan garis berbeda.
Ada satu hal yang tidak bisa dia ubah. Bang Vian masih sangat mencintai anak-anaknya dan mantan istrinya. Mata dan gestur tidak dapat berdusta.
"Maaf saya buru-buru, karena sudah malam. Duluan ya."
Alvian pergi meninggalkan Alana yang hanya dapat memandang punggung pria itu menjauh. Banyak tanya lalu berputar di benak Alana.
Sepertinya nama Alana tidak pernah singgah di hati Alvian. Hanya angannya saja yang ketinggian berharap Alvian mengingat keberadaan dirinya. Dia seperti orang bodoh yang masih menyimpan kenangan berupa payung berwarna biru di rumah Kak Amanda.
![](https://img.wattpad.com/cover/278117649-288-k699765.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
RomanceKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...