PART 3

36.5K 3.2K 152
                                    


Tiga hari kemudian.

Rumah Sakit Keluarga Medika

Jam 15.00

Sabira baru selesai operan shif jaga pagi dengan Khalisa yang jaga shif selanjutnya.

Lulus dokter umum dua tahun lalu, Sabira merasa beruntung bisa diterima bekerja di RS yang sekarang.

Masih tergolong fresh graduate dan tidak memiliki jalur koneksi, Sabira menjadi kandidat paling buncit dari nama-nama dokter umum yang diterima bekerja di RS ini.

Koneksi disini bukan hanya hubungan kekerabatan. Sabira tahu itu adalah hal yang lumrah, karena beberapa rekannya adalah putra atau putri dari dokter Spesialis di RS tempatnya bekerja.

Atau mungkin karena kesamaan almamater. Jadi kakak seniornya membantu adik-adiknya yang baru lulus, agar bisa diterima bekerja di RS. Sehingga dapat memiliki pengalaman dan menambah keterampilan klinis sebagai seorang dokter.

Saat ini Sabira menikmati bekerja di RS, dibandingkan awal-awal dia lulus. Dulu dia sempat menjadi dokter jaga klinik 24 jam selama enam bulan. Siklus tidurnya agak kacau dan dia akhirnya kelelahan.

Kliniknya terletak di pinggir jalan yang rawan kecelakaan dan harus siap bangun tengah malam untuk jahit luka robek pasien yang datang berdarah-darah.

Klinik sudah seperti rumah kedua bagi Sabira. Apalagi kalau dia terus jaga non stop 3x24 jam. Praktis dia sampai membawa koper kecil, karena akan mandi, tidur dan jaga di klinik.

Penghasilan yang menjanjikan dan keinginan menabung dari gajinya sendiri, membuat Sabira bertahan jaga klinik 24 jam selama setengah tahun.

Sampai akhirnya awal tahun lalu, dia didiagnosis demam berdarah dan dirawat di RS selama tujuh hari. Semua tabungannya hampir habis, kalau tidak dibantu oleh kakak-kakak iparnya.

Mama dan Papa sempat menyalahkan Sabira yang terlalu over bekerja. Sudah sakit, dimarahi pula. Rasanya seperti sudah kecebur di kolam renang dua meter. Lanjut tenggelam di kedalaman lima meter. Sejak itu dia tidak diperbolehkan lagi jaga di klinik 24 jam.

Kembali ke kenyataan pahit sore ini. Setelah selesai operan pasien, Sabira masuk ke kamar jaga dan mulai membersihkan diri.

Jam lima sore ini dia akan bertemu putra Tante Davina, di rumah sakit.
Itu tuh, yang namanya Ghafi siapa gitu. Sabira tidak terlalu hafal.

Tidak ada acara makan malam keluarga karena tiba-tiba saja tadi pagi Sabira mendapat kabar kalau Tante Davina pingsan di rumah.

Setelah dibawa ke RS tempat Sabira bekerja, di IGD Tante Davina didiagnosis infark miokard acute. Serangan jantung karena ada sumbatan di pembuluh darah arteri koroner.

Sabira membantu sebisanya. Dia ke IGD dan berkoordinasi dengan Bahran, temannya yang jaga IGD pagi.

Dia juga mendaftarkan sampai rencana tindakan pemasangan ring. IGD menjadi tempat pertemuan Sabira dan Ghafi. Dia hanya melihat punggung Ghafi dari belakang.

Ya ampun, ternyata banyak yang mengagumi pria itu. Mas Ghafi jadi seperti aktor yang lagi mau syuting di RS, terus nyasar ke IGD.

Ada Mama yang menemani Tante Davina di IGD, sampai suami dan putranya datang. Setelah tindakan, Tante Davina dirawat di ruang ICCU untuk observasi.

Sabira mengakui kalau Ghafi jauh lebih tampan dari pada di foto yang menghias laman berita internet. Sebenarnya dia berharap Mas Ghafi ini tidak ingat rencana pertemuan dengan Sabira.

Tapi rupanya harapan Sabira salah. Putra Tante Davina menitipkan pesan ke tim jaga ICCU. Kalau ia ingin bertemu dengan dokter Sabira jam lima sore ini.

Beberapa rekan kerjanya jadi menggoda Sabira habis-habisan.

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang