Satu bulan kemudian.
Rumah baru.
Kalau yang kalian bayangkan rumah baru Ghafi dan Sabira akan semewah rumah milik Alvan. Mungkin kalian salah. Rumah yang terletak tiga rumah dari Alvan, semula hendak dijual. Namun sampai bulan ini belum ada yang berminat membeli.
Mungkin ini bagian dari rezeki Ghafi dan Sabira untuk menempati rumah baru. Sang pemilik merelakan rumahnya disewa dan menunda menjualnya. Apalagi setelah mengetahui bahwa istri Ghafi sedang mengandung anak pertama.
Sabira masih menikmati masa cuti, ditemani Alana dan Hilya. Ibu hamil yang semakin cantik ini, bersemangat mendesain rumah barunya. Meski baru sebatas mengkontrak sampai satu tahun ke depan, tapi Sabira berusaha membuat dirinya nyaman.
Ghafi sendiri tidak banyak memberi saran, karena masih sibuk menyelesaikan masalah pekerjaannya. Satu hal yang Ghafi belajar dari Sabira adalah mengikhlaskan sesuatu yang belum menjadi milik mereka.
Kawasan wisata hati Wijaya Kusuma resmi ditutup oleh pemerintah setempat. Semua yang telah diusahakan Ghafi saat ini, harus dikuburnya rapat.
Namun bagaimana pun keadaan yang mereka hadapi, Sabira selalu memiliki cara untuk menghibur suaminya.Seperti hari ini, Sabira sengaja menjemput Ghafi di kantor. Sepanjang perjalanan, Sabira sengaja mengambil sapu tangan untuk menutupi mata suaminya.
Berulang kali Sabira tertawa ketika Ghafi penasaran, mengapa ia harus memejamkan mata di balik kain. Sampai akhirnya mobil yang dikendarai Pak Bismo, tiba di tujuan.
"Ra, kita sudah sampai di rumah?"
"Iya Mas."
Pak Bismo tersenyum tipis melihat Bosnya turun dari mobil, dibantu oleh Sabira. Setelah memarkir mobil ke dalam garasi, Pak Bismo kemudian pamit pulang.
Sabira menautkan lengannya di antara lengan kokoh milik Ghafi. Dia membimbing suaminya berjalan masuk ke dalam rumah.
"Assalaamu'alaikum."
Ucapan pertama diucapkan Sabira saat pintu ruang tamu terbuka.
"Wa'alaikumsalam. Ra, ini kainnya sudah boleh dibuka?" Ghafi menjawab sendiri salam, layaknya tamu.
Sabira menahan tawa dan akhirnya membantu melepaskan kain yang masih menutupi separuh wajah Ghafi.
"Masya Allah. Sayang, terakhir kali kita kesini, rumahnya masih kosong."
"Ahlan wa sahlan Mas Ghafi. Selamat datang ke baiti jannati kita, Mas."
Berulang kali Ghafi mengerjapkan mata, nyaris tidak mempercayai penglihatannya. Sabira benar-benar mewujudkan rumah impian mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
RomanceKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...