Pondok Nurul Ihsan
Pintu kamar Afif diketuk dari luar. Ia baru saja selesai shalat Duha dan melipat sajadah. Di pondok ini, Ustadz Muchlas sengaja membangun rumah dengan lima pintu. Biasanya kamar ini untuk tamu atau keluarga santri yang akan menginap.
Ia tertegun ketika membuka pintu dan melihat satu keranjang berisi mangga, persis di ujung kakinya. Tidak ada seorang pun disana.
Ia lalu teringat seseorang dan tiba-tiba saja mengukir senyum.
"Hawa, kamu dimana Dek?"
Yang dipanggil ternyata sedang bersembunyi di balik semak-semak. Persis di samping kamar Afif.
"Sst, jangan keras-keras, Om. Nanti kalau ketahuan Abi, aku dimarahin masuk area kamar laki-laki."
Semua santri disini memanggil Ustadz Muchlas, 'Abi'.
Hawa, gadis berusia 20 tahun itu berbisik. Masih saja memanggil Afif dengan sebutan 'Om'.
"Dalam rangka apa, Hawa bawakan saya mangga?"
Afif masih berdiri di depan pintu, sambil mengajak gadis itu mengobrol.
"Sebagai permintaan maaf, karena tempo hari saya melempar mangga ke kepala Om. Apakah waktu itu kepala Om baik-baik saja?"
Afif menahan tawa dan ingin sedikit mengerjai gadis itu.
"Saya sampai gegar otak, tahu. Hawa tahu 'kan, kalau gegar otak itu bisa menyebabkan kadar kecerdasan seseorang menurun. Hawa harus tanggung jawab."
Afif berujar asal. Ia harus memberi gadis itu pelajaran, agar memperbaiki akhlaknya.
"Bagaimana pun saya lebih tua dari kamu, Hawa. Tidak seharusnya seorang muslimah didikan Abi berperilaku seperti itu."
Hawa yang semula berjongkok di balik semak-semak, perlahan berdiri. Dia memakai topi caping seperti petani dan baru kali ini Afif melihat dengan jelas wajah gadis itu.
Pipi gadis itu sebagian merah, seperti terbakar sinar matahari. Hidungnya mancung. Alisnya melengkung bagai busur yang rapi.
Deg.
Afif hampir tidak berkedip memandang intens ke arah gadis itu. Hanya seorang gadis muda yang hampir melukai kepalanya, di hari pertama pertemuan mereka.
Tapi mengapa ia seolah kembali merasakan debaran, seperti layaknya laki-laki yang baru jatuh cinta.
Ia tidak mungkin menyukai gadis ini, 'kan?
Sadarlah Afif, tujuan kamu datang kesini bukan untuk mencari cinta yang baru. Tapi kamu ingin menenangkan diri, sekaligus kembali mencari cinta sejati.
Yaitu cinta-Nya Allah SWT.
Lalu, bagaimana jika secepat ini Allah memberimu bonus untuk kembali menyukai seorang gadis?
Apakah hasratmu sebagai lelaki tidak bisa kamu kendalikan? Baru melihat Hawa beberapa kali saja, hatimu sudah meletup bahagia.
"Saya tidak akan mengadukan ke Abi kalau Hawa mampir kesini. Asalkan Hawa mau berubah jadi lebih baik. Oya, besok lusa saya akan mulai praktik di rumah Pak RW Hilman. Saya tidak punya tenaga admin. Apa Hawa bisa bantu, menjadi admin disana?"
Tiba-tiba saja tercetus ide Afif mengajak Hawa ikut bekerjasama. Sejak ia menelepon Ustadz Muchlas dan meminta izin tinggal sementara disini.
Ustadz menyambut baik dan membantu menghubungi ketua RW setempat, supaya Afif bisa praktek di desa ini.Tempat praktek yang dimaksud adalah rumah petak di samping mushola yang biasa digunakan untuk mengajar anak-anak baca tulis Al-Qur'an.
"Kalau admin itu kerjanya dari hari apa sampai hari apa dan jam berapa, Om? Saya masih harus mengambil buah mangga untuk membuat manisan. Nanti hasil manisan dijual ke toko untuk pendapatan pondok."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST
Roman d'amourKetika semesta mempertemukan dua insan yang berbeda suhu. Ghafi Altamis dan Sabira. Akankah suhu dingin Mount Everest mencair ketika bertemu suhu yang hangat. Ini bukan hanya cerita mengenai dua orang yang saling mencintai namun harus menghadapi ba...