PART 29

15.7K 1.3K 132
                                    


Afif menghirup udara di tempat dimana ia harus terbiasa dengan aroma obat dan antiseptik.

Sudah lebih dari satu bulan sejak Sabira menampik lamarannya. Kini gadis itu telah bersama lelaki impiannya.

Bohong kalau Afif dengan mudah bisa melupakan Sabira. Apalagi setelah bertahun-tahun, ia selalu mengingat tatapan iris berwarna coklat yang mengisi memorinya.

Sekian lama ia mencintai Sabira, pada akhirnya takdir tidak berpihak kepada mereka berdua. Harus Afif akui, hatinya patah ketika satu bulan setelah penolakan Sabira, gadis itu menikah dengan pengusaha muda bernama Ghafi Altamis.

Ia bahkan baru tahu kalau Sabira adalah putri dari dokter Abyaz, dokter ahli jantung yang merawatnya sejak SMA hingga sekarang. Ia sudah berusaha ikhlas, namun ternyata ikhlas itu tidak mudah.

Rasa yang dulu ia yakin, Sabir juga menyukainya. Kini telah berubah sebaliknya. Mungkin ia yang terlalu terburu-buru memaksakan perasaannya dan juga Mama mendesak gadis itu.

Hingga pada akhirnya bukan ia yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada Sabira. Tapi justru pria lain yang juga menaruh hati pada gadis itu. Lebih dari tujuh tahun ia menunggu, tapi takdir terlalu baik menunjukkan dengan siapa Sabira akan bersanding.

Jika dulu Afif masih bisa melihat status Sabira di media sosial. Kini ia sudah tidak bisa lagi. Entah mungkin karena Sabira sudah mengganti statusnya menjadi privat. Sementara nama Afif, tak lagi diizinkan melihat gadis itu.

Sedang apa Sabira, dimana dan apakah gadis itu bahagia. Masih saja pertanyaan itu muncul di benaknya. Kalau pun mereka menikah, ia belum tentu dapat membuat Sabira bahagia. Menikah dengan Sabira, berarti ia juga harus menerima Sabira dan keluarganya.

Ketika Mama mengetahui kalau Sabira adalah anak dokter Abyaz. Bermacam spekulasi muncul di benak Mama. Mulai dari Sabira anak dari hasil perselingkuhan sampai anak di luar nikah.

Sekuat apapun Afif berusaha membersihkan nama baik Sabira di mata Mamanya, tapi wanita yang melahirkannya itu telanjur kecewa. Terlebih setelah dokter Abyaz memberikan undangan pernikahan dengan pita emas untuk Afif dan keluarga.

Afif hanya bisa bersabar mendengarkan curahan hati Mama. Setelah Mama selesai berbicara, barulah ia meredakan kekecewaan wanita kesayangannya itu.

Ma, disini bukan hanya Mama.yang sedih. Afif pun merasakan hal yang sama. Saat ini Afif tidak ingin jatuh cinta dalam waktu dekat.

Sungguh terluka, ketika perempuan yang selalu memenuhi relung hati. Kini telah mendahului langkah untuk menapaki kehidupan rumah tangga yang baru.

Untuk sekarang, Afif hanya bisa menyimpan rapat perasaannya. Hanya waktu yang dapat menyembuhkan lukanya.

"Mama nggak mau kamu sedih terus-terusan, Kak."

Suara Mama yang baru saja masuk ke kamar perawatan Afif, membuyarkan lamunannya.

Semalam ia sesak lagi. Ia sebenarnya tidak ingin dirawat. Tapi Mama dan Papa seperti biasa, tampak khawatir. Akhirnya ia selalu berakhir seperti ini. Tampak lemah dengan selang oksigen mengalir di hidungnya.

"Ma, Afif boleh minta sama Mama."

Mama mendekat dan duduk di samping putranya.

"Apa? Kakak minta Mama nggak cariin calon istri? Kalau Mama nggak berusaha, yang ada Kakak itu kepikiran Sabira dan Sabira terus. Dia itu sudah jadi istri orang."

Afif memejamkan mata.

"Iya Ma, Afif sudah berusaha mengikhlaskan dia. Afif mohon kali ini biarkan Afif menentukan pilihan hidup sendiri. Afif juga ingin bahagia. Jangan benci Sabira ya, Ma. Dia memang bukan jodoh Afif. Dia telah menemukan jodoh yang digariskan Allah untuknya."

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang