PART 16

20.8K 2K 65
                                    

RS Keluarga Medika

Keesokan hari.

Afif menatap kosong layar ponsel miliknya. Hari ini Sabira tidak menjawab pesan darinya. Apa ada yang salah dengan isi pesan yang biasa ia kirim?

Sungguh ia tersiksa semalam dan tidak bisa tidur, hanya karena menunggu pesan balasan. Padahal Sabira sudah membaca dan itu terlihat dari dua centang biru di layar ponsel.

Apa mungkin gadis itu kelelahan sehingga sudah tertidur dan tidak sempat mengetik pesan. Meski hanya ucapan sederhana.

"Terima kasih, Kak."

Atau sekedar ucapan do'a.

"Jangan lupa berdo'a sebelum tidur, Kak."

Selama satu bulan ini, Afif kembali menemukan semangat hidupnya. Ia sendiri baru menyadari, kehadiran Rara sangat berarti.

Ia yang semula hampir menyerah pada penyakit yang dideritanya. Kini justru ia menginginkan sebaliknya. Ia ingin hidup lebih lama lagi, untuk mewujudkan mimpi bersama Rara.

Ada rahasia di balik kepergian Afif dua tahun lalu. Lebih tepatnya satu tahun sembilan bulan. Karena tiga bulan sebelum berakhir masa pengabdiannya sebagai dokter di daerah, penyakitnya kambuh.

Ia kelelahan dan terlampau bersemangat mengerjakan semuanya sendiri. Praktek poliklinik dan praktek di rumah, kunjungan ke rumah warga dan penyuluhan di balai desa.

Sadar keluhan sesaknya mulai timbul dan semakin memberat, Afif mulai menghubungi beberapa adik kelasnya yang telah wisuda profesi dokter. Ia berharap ada satu atau dua orang yang berminat menggantikan tempatnya bertugas.

Ia sudah telanjur menyayangi pasien yang dianggap seperti keluarganya sendiri. Bahkan sempat terlintas di benaknya, jika kelak ia berkeluarga. Ia akan membawa istrinya tinggal disana.

Lalu kejadian itu tak terelakkan lagi. Afif pingsan di ruang praktek puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit provinsi. Ia berharap Sabira tidak pernah membaca berita apa pun tentangnya.

Nama Afif sempat masuk headline surat kabar lokal. Tidak seharusnya seorang dokter lalai terhadap kesehatannya sendiri. Tapi dia pun manusia biasa yang bisa sakit. Ia bukan malaikat.

Papa dan Mama kemudian datang menjemputnya dengan pesawat yang telah dilengkapi oksigen. Saat tiba di Jakarta, ia langsung dievakuasi untuk menjalani perawatan di rumah sakit.

Afif tidak sepenuhnya jujur pada Sabira. Saat mereka bertemu untuk pertama kali, ia mengatakan baru dua minggu menjejakkan kaki di Jakarta.

Padahal sudah tiga bulan ia rutin kontrol. Setelah dokter memperbolehkannya pulang dari rawat inap.

Sampai detik ini, ia belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan penyakitnya. Ia memiliki rasa khawatir, jika Sabira tahu kenyataannya. Gadis itu akan pergi meninggalkan dirinya.

Kalau pun Sabira tetap bertahan di sisinya, ia tidak mau hanya sekedar karena rasa kasihan. Ia mencintai Sabira dan berharap gadis itu merasakan hal yang sama dengannya.

Dulu ia enggan mengakui perasaannya. Lalu Diani, adiknya melakukan langkah yang lebih berani. Tepatnya suami Diani, Ardha melamar dan adiknya menikah lebih dulu dari Afif.

Afif paham, apabila dua hati telah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tidak ada yang lebih baik dalam agama, selain menyatukan dua cinta dalam mitsaqon ghalidza. Perjanjian agung antara seorang laki-laki dengan Allah dalam akad pernikahan.

Lamunan Afif terhenti ketika pintu kamar perawatannya diketuk dari luar. Semalam ia kembali sesak napas dan kedua orangtuanya membawa ke IGD rumah sakit.

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang