PART 9

25.1K 2.3K 75
                                    


Rumah keluarga Rahman Akhtar

Selesai memarkir mobil ke dalam garasi rumah, Afif mematikan mesin.

"Kak, jadi dia orangnya?"

Jemari Diani menahan lengan Afif yang hendak keluar dari mobil.

Afif enggan mengiyakan.

"Kalau memang jodoh, sekuat apa pun Kakak pergi menghindar. Allah akan pertemukan juga."

Diani seolah tengah menghibur hati Afif.

"Sekuat apa pun kita berusaha, tetap tidak bisa melawan takdir, Dek."

Afif membuang napas kasar. Ia merasa bersalah karena tadi sempat berbohong pada Sabira. Pasalnya, ia sangat terkejut bisa bertemu gadis itu di tempat yang tidak terduga.

Afif mengatakan pulang ke Jakarta karena telah selesai bertugas di daerah.
Ia akan mengambil sekolah Spesialis. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

"Aku merasa Kakak berjodoh sama Kak Rara. Aku tahu kalau Kakak sudah menyukai Kak Rara sejak dulu."

Diani kembali menggoda kakak sulungnya. Perempuan itu melanjutkan lagi.

"Kak Rara adalah perempuan yang tepat untuk mendampingi Kak Afif."

Afif hanya diam. Keduanya kemudian turun dari mobil dan lelaki itu membawakan makanan kesukaan Diani.

"Sudah dua tahun Kakak pergi hanya untuk menghindari Kak Rara. Pada akhirnya ketemu juga hari ini. Kakak terus menghindari takdir."

Diani terus saja memprovokasi Afif, sampai pria itu berjalan mendekati adiknya.

"Dek, jangan mulai lagi. Kakak minta tolong." Afif menempelkan jari telunjuk di depan bibir adiknya.

Afif mengambil belanjaan di kursi belakang. Apalagi kalau bukan makanan kesukaan Diani.

Diani mengelus perutnya seraya berkata.

"Nanti kalau kamu sudah besar, harus berani melamar perempuan yang kamu suka."

Afif tersenyum kecut. Ini salah satu alasan ia terkadang malas pulang ke rumah Papa dan bertemu Diani.

Adiknya ini ratu gosip dan sering mencari tahu kehidupan pribadi sang kakak.

"Memangnya baby kamu laki-laki, Dek?"

"Cuma feeling Diani aja, Kak. Aku inginnya anak pertama laki-laki."

Diani kemudian masuk ke rumah dan mengucapkan salam keras-keras. Membuat Afif hanya bisa geleng kepala melihat kelakuan adiknya.

Pulang dari berbelanja, keduanya kemudian mandi dan membersihkan diri.

***



Kamar Afif

Pria berusia 28 tahun itu mengeringkan rambut dengan handuk bersih berwarna biru muda.

Ia baru tersadar kalau handuk yang sekarang dia kenakan adalah pemberian gadis itu.

Saat bazaar Ramadhan SMA, Sabira membeli handuk yang dijahit oleh UKM Yasmin. Isinya adalah ibu-ibu kaum dhuafa yang mencari penghasilan dari hasil jahitan atau rajutan.

Handuk itu dia berikan ke Afif. Tanpa sadar seolah Sabira membeli handuk couple. Warna biru untuk Afif dan warna merah muda untuk Sabira.

Mengapa sulit sekali ia melupakan Sabira, meskipun dua tahun telah berlalu. Terlalu banyak kenangan yang ia ukir bersama Sabira. Meski mereka tidak benar-benar bersama.

MENAKLUKKAN MOUNT EVEREST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang